Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Verifikator dan "Birokrasi Keuangan"

6 Maret 2016   12:40 Diperbarui: 6 Maret 2016   12:51 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Proses Verifikasi"][/caption](Dituis pertama kali pada 9 September 2015)

Bayangkan ketika suatu hari seorang PNS pulang dari perjalanan dinas. Tiket di tangan, Surat tugas ada, SPPD tertanda tangani dengan lengkap, sertifikat pelatihan ada, bahkan berita acara pelaksanaan tugas dari instansi yang dituju juga ada. Tapi ternyata, boarding pass penerbangan terselip entah kemana. Apa lacur? Maaf, uang perjalanan dinas tidak bisa dicairkan. Bahkan persekot yang telah diberikan, pembelian tiket yang telah dibayarkan, semua harus dikembalikan.

Lho, bukankah bukti-bukti pelaksanaan tugas jelas ada? Masak tidak percaya? Bukan, orang lain mungkin, tapi saya tidak, saya apa adanya, ini tidak diada-adakan, ini dokumen asli. Tapi, maaf, bukan soal tidak percaya, bukan soal mengada-ada, prosedurnya harus demikian. Tetap tidak boleh dicairkan.

Mengapa Bagian Keuangan begitu "kejam"? Begitu "kaku"? Karena mereka bekerja berdasarkan bukti material, bukti otentik, bukti hitam di atas putih. Kalau sampai terbukti mereka mencairkan tanpa landasan bukti seketat itu, maka mereka harus mempertanggung jawabkan, meski hanya serupiah sekalipun.

Dalam kenyataannya kok bisa beda-beda ya antar instansi? Ada bagian keuangan yang "pengertian", ada yang sangat "strict", ada yang longgar, ada pula yang mengajak "86". Sebenarnya, acuannya sama, regulasinya sama, tetapi memang masing-masing pihak yang terlibat, jelas berpotensi memiliki penafsiran dan implementasi bervariasi.

Menghadapi "bagian keuangan" seperti itu, ada yang yang kemudian terjebak "yang penting prosedur terpenuhi, hasil tugasnya urusan nanti". Tetapi  tentu saja lebih banyak yang tetap berusaha memenuhi dan menjaga baik "isi" maupun "kemasan prosedural". Dalam hal ini memang berlaku pembagian KPK terhadap tindakan korupsi sebagai "by sistem, by nedd and by greed". Kita semua berpotensi untuk menjadi atau terjebak pada salah satu atau lebih dari ketigas kondisi tersebut.

Apa pasal tulisan ini?

Salah satu titik perdebatan dan muara ketegangan dalam pelaksanaan JKN adalah proses verifikasi. Bagi verifikasi klaim INA-CBGs, klaim non kapitasi, proses kredensialing faskes bahkan juga pencapaian kinerja faskes primer (yang akan mempengaruhi besar kecilnya kapitasi). Memang untuk kapitasi dan non kapitasi lebih jarang terdengar perdebatan, walau juga bukan berarti tidak ada masalah.

Beda pendapat dengan verifikator BPJSK adalah laporan yang relatif sering kita dengar. "Verifikator itu nggak ngerti tapi sok tahu" adalah ungkapan yang tidak jarang kita dengar. Penulis mengajak, mari kita dudukkan saja bahwa secara mudah, walau tidak sepenuhnya linier, verifikator itu juga seperti "Bagian Keuangan" kantor kita. Walau sudah jelas ada hasil kerja, sudah jelas ada bukti kerja, tetapi kalau ada satu saja yang tidak sesuai prosedur, ya bagaimana lagi, klaim tidak bisa dicairkan.

Apa dasar mereka "memverifikasi"? Awal JKN, verifikator bekerja berdasarkan "warisan" era Jamkesmas. Mengapa? Karena Permenkes 27/2014 baru terbit pada bulan Juni, dengan ketentuan "berlaku surut sejak 1 Januari 2014". Jadilah pada awal-awal itu, sama-sama belum ada pegangan yang pasti. Verifikator masih menggunakan "ilmu warisan", sedangkan penyedia layanan malah lebih susah lagi hampir tanpa warisan?

Bukankah sama-sama pernah menjalani Jamkesmas sebelum era JKN? Iya, tetapi selama Jamkesmas dulu, yang dilayani sebagai Jamkesmas hanya sekitar 25-30% pasien. Lebih sering waktu itu faskes dan nakes memandang Jamkesmas sebagai "padamu negeri". Artinya tidak begitu dipikirkan karena "ya maklum namanya membantu orang miskin". Begitu juga Askes waktu itu, tidak seperti sekarang ini proses verifikasinya. Apalagi peserta Askes seluruh Indonesia juga hanya di kisaran 17 juta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun