[caption caption="Elemen penting JKN"][/caption]
Satu pihak bertanya:
1. apakah sttus pasien bisa dia bawa dari RS ke kantor bpjs untuk di verifikasi? kalau hilang bagaimana?
2. Apakah sttus pasien,seperti lembar2 visite dokter bisa di foto kopy oleh org bpjs?
Sisi lain bertanya:
1. Mengapa masih sering ditemui resume medis nggak lengkap? Jadinya kami terpaksa pinjam RM.
2. Kalau tidak mau meminjami, ya sudah, terserah, nanti kalau klaim tertunda ya risiko sendiri.
Salah satu bagian polemik dalam proses verifikasi adalah akses ke rekam medis (RM). Sering terjadi saling mengeluh antar para pihak. Satu sisi pihak internal RS mengeluh: gara-gara dipinjam verifikator katanya mau difotocopy, berkas nya malah hilang, sudah gitu nggak mau mengaku lagi, kita juga yang harus ribet. Sisi lain, verifikator mengeluh: gara-gara resume medis tidak terisi lengkap, kami harus menelusuri sendiri data-data yang diperlukan di rekam medis. Jadilah situasi saling “curiga”. Dan, seperti banyak hal lain, saling curiga itu menumbuhkan persepsi. Hanya berbasis persepsi itu, kadang tanpa sadar, kita terlalu mudah menudingkan hal negatif kepada pihak lain. Tidak jarang sampai dengan memaki-maki. Sebaliknya, jarang kita mau mencoba mengurai persepsi itu dengan menelusuri regulasi.
Dasar pembahasan tentang rekam medis diawali dari pasal 46-47 UU Praktek Kedokteran nomor 29/2004:
Pasal 46:
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.