Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Inilah Kesalahan dalam Memahami Layanan BPJS

2 Juni 2016   05:31 Diperbarui: 2 Juni 2016   21:04 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semalam saya terlibat diskusi informal tetapi cukup hangat. Tiba-tiba setelah itu saya dikirimi berita ini dari sebuah media:

Saya menduga positif bahwa penulisnya, yang mengaku sebagai Pengamat Masalah Sosial, berangkat dari niat baik dalam menulis artikel tersebut. Misalnya soal bagaimana pengelolaan Jaminan Kesehatan di beberapa negara lain yang sudah lebih dulu dalam jangka panjang menerapkannya. Bahwa ada beda model, beda sumber pembiayaan, itu sangat menarik untuk dikaji. Begitu juga usulannya tentang sistem pemberian jasa medis bagi Dokter. 

Tetapi masalah utamanya adalah, bahkan penulisnya - sebagai Pengamat Masalah Sosial - masih kurang tepat memahami mana itu program, mana itu penyelenggara. Bagi saya, ini masalah dasar, masalah prinsip, yang kalau ini saja masih kurang tepat, maka yang  muncul kemudian adalah rasa tidak nyaman membacanya, sebelum kemudian bisa berujung pada simpulan yang salah arah. 

Tidak ada PROGRAM BPJS. Yang ada adalah Program JKN. Bicara JKN, jelas ada banyak unsur di dalamnya: 

Dokpri
Dokpri
Artinya, "menyederhanakan" Program JKN hanya sebagai "hasil kerja BPJS" adalah kekeliruan besar. Pada awal JKN, barangkali kita masih menerima sebagai kenyataan adanya program baru. Tetapi setelah hampir 2,5 tahun apakah tepat bila seorang pengamat masalah sosial pun masih belum tepat memahaminya? Dalam JKN itu peran para pihak sama-sama besar. Justru mari kita dudukkan bahwa yang menentukan berhasil tidaknya JKN itu TIDAK hanya BPJSK. Mereka memiliki perannya sendiri. Penyedia layanan, peserta dan tentu saja pemerintah juga memiliki peranannya sendiri.  

Kita ambil contoh paragraf berikut ini:

Dokpri
Dokpri
Tidak terbayangkan bagaimana masyarakat awam memahaminya, bila penulis tersebut sebagai pengamat pun masih kurang tepat memahaminya? Ini memang salah satu wujud nyata dari Sindrom JKN. 

Lebih lanjut, barangkali paragraf-paragraf ini adalah gambaran dari kurang tepatnya pemahaman penulis, termasuk juga berarti pemahaman di subyek yag diwawancarainya:

Dokpri
Dokpri
Lontaran soal "seperti tukang parkir" dan "dibayar 2000 rupiah" adalah salah paham yang harus kita luruskan bersama. Sejak awal JKN lontaran ini muncul. Bahkan ternyata sampai hari ini pun masih ada lontaran demikian. 

Beberapa teman kemudian turut menyebarkan berita ini, termasuk dari kalangan yang menjadi provider pada JKN. Apa pesannya? Ternyata memang kita masih sering salah paham. Saya tetap menduga positif bahwa subyek-subyek yang diwawancarai penulis tersebut, maksudnya baik: mengungkap sisi-sisi "kurang nyaman" pada pelaksanaan JKN. 

Sebaliknya, barangkali juga tanpa sadar bahwa ketika tulisan ini muncul di laman umum, sebenarnya kritik terbesar itu justru tertuju pada pihak penyedia layanan - termasuk subyek-subyek yang diwawancarai tersebut. Bukan kepada BPJSK. Jangan biarkan dan jangan paksa BPJSK mengatur yang bukan ranahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun