(Ditulis pertama kali pada 25 Desember 2014)
Terus terang penulis prihatin. Sudah lebih dari dua tahun JKN berjalan, masih terus banyak yang bertanya langsung maupun tidak langsung: kalau mau ini, masuk di-cover BPJS nggak ya?
Awal Juni 2015 lalu, penulis sudah menuliskan catatan tentang hal ini. Prinsip dasarnya: tidak tepat lagi pertanyaan soal di-cover BPJS atau tidak. Dengan perubahan dari fee-for-service ke prospective payment, maka tidak ada lagi klausul "yang ini di-cover, yang itu tidak". Paket pembiayaan berbasis INA-CBGs (Permenkes 69/2013 yang telah diperbarui dengan Permenkes 59/2014) sudah mencakup satu paket layanan untuk seorang pasien sesuai diagnosisnya.Â
Obat yang diberikan juga telah dirumuskan dalam Formularium Nasional. JKN hanya menanggung obat, bila masuk dalam Fornas. RS boleh memberikan obat di luar Fornas, tetapi tidak boleh ada tambahan biaya. Awalnya, masih digunakan standar DPHO 2013. Artinya, standar harga juga masih mengikuti DPHO 2013. Namun mulai 1 September 2014, BPJS hanya membayar sesuai plafon harga di e-Catalog. Sayangnya, belum semua obat dalam Fornas, sudah masuk dalam e-Catalog. Akibatnya, dalam beberapa kasus, RS mengalami kesulitan melakukan klaim atas obat-obat tertentu. Masuk 2016 ini pun perbaruan harga di e-catalog masih tersendat.Â
Dengan mekanisme itu, prinsipnya, semua layanan masuk dalam pertanggungan KECUALI yang disebutkan secara eksplisit dalam Petunjuk Pelaksanaan JKN (Permenkes 28/2014). Dasar Permenkes 28/2014 adalah isi Perpres 12/2013, Perpres 111/2013 dan terakhir pada Perpres 19/2016. Rinciannya pada pasal 25.Â
Awalnya, penjelasan tentang "Layanan yang tidak dijamin ini masuk dalam Panduan JKN yang diterbitkan BPJS. Selanjutnya, pada bulan Juni 2014, dimasukkan dalam Permenkes 28/2014 tersebut. Dasar dari penentuan "Layanan tidak dijamin" ini, adalah Bab VI Pasal 33-38 Permenkes 71/2013 tentang Kendali Mutu dan Kendali Biaya.Â
[caption caption="Layanan tidak ditanggung bagian 1"][/caption]
[caption caption="Layanan Tidak Ditanggung (bagian 2)"]
Dalam Perpres 19/2016, ada beberapa perubahan yang bersifat penegasan pada pasal 25 menjadi sebagai berikut:[caption caption="Pasal 25 Perpres 19/2016"]
[caption caption="Pasal 25 Perpres 19/2016"]
Diskusi panjang justru menarik bila mencermati butir-butir layanan tidak dijamin tersebut. Pertama, tidak akan ditanggung bila layanan itu diberikan tidak sesuai prosedur atau tidak dalam keadaan emergensi. Tata cara prosedurnya, mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan JKN (Permenkes 71/2013 dan Permenkes 28/2014). Begitu juga soal Tata cara rujukan (Permenkes 1/2012). Hal ini yang kadang menimbulkan ketegangan karena dugaan "mengapa Puskesmas sulit memberi rujukan" atau "mengapa RS menolak pasien".