Pertanyaan:
Pak Tonang Dwi Ardyanto, mungkinkah virus yg hinggap di rongga hidung samasekali tidak terdeteksi oleh sistem immun tubuh? Mungkinkah virusnya hanya "diam" tidak aktif di tpt tsb?
Tanggapan:
Setelah berhasil masuk ke dalam sel manusia, virus bisa melakukan status dormant. Virus bersembunyi dalam sel, tanpa aktivitas replikasi, sehingga sel yang dimasuki tersebut tidak memberikan sinyal di luar membran sel.Â
Akibatnya sistem immuno-surveillance tidak mendeteksi virus yang tersembunyi tersebut. Kondisi ini biasanya terjadi karena posisi stagnan. Diduga ketika sistem imun kuat, mungkin ada semacam mekanisme sinyal tertentu, membuat virus memutuskan "mengambil" posisi dormant.
Tidak semua infeksi virus memiliki ciri demikian. Virus HIV bisa berada dalam status dormant dalam jangka lama. Akibatnya masa inkubasinya bahkan bisa sampai bertahun-tahun kemudian. Virus hepatitis B juga bisa dormant, walau jangka waktunya relatif lebih singkat.Â
Maka salah satu bentuk pemeriksaan pada hepatitis B adalah mendeteksi DNA nya atau lebih tepat covalently closed circular DNA (cccDNA). Walau saat itu secara klinis tidak timbul gejala, bila diperiksa, bisa saja terbukti bahwa infeksi hepatitis B itu masih berlangsung.
Virus yang dalam keadaan dormant, suatu saat bisa aktif, bila kondisi imun lemah. Saat itulah timbul gejala karena sistem imun meresponnya.
Dalam keadaan dormant, secara teori, risiko penularan tetap ada, yaitu bila sel tempat virus bersembunyi, ditransmisikan ke tubuh orang lan. Di tempat yang baru, dengan kondisi imun yang berbeda, bisa beda pula responnya.
Sejauh dapat ditelusuri, belum ada laporan pasti apakah Virus Covid-19 juga ada kecenderungan melakukan dormant tersebut. Di Korea kemarin sempat terjadi pasien kembali positif PCR-nya setelah dinyatakan negatif. Menjadi diskusi, apakah yang terjadi adalah reaktivasi atau re-infeksi. Kalau re-aktivasi, berarti ada kemungkinan status dormant tadi, yang kemudian kembali aktif.
Tapi kemudian ada pernyataan dari Korea bahwa yang terdeteksi sebagai positif lagi itu hanya RNA sisa materi genetik virus yang telah mati (walau ada juga pendapat bahwa sebagai virus RNA, jarang materi genetiknya bertahan lama, karena cenderung rapuh dan RNAse di dalam tubuh kita). Jadi bukan reaktivasi, bukan pula reinfeksi. Ada yang menyebut nya sebagai Persistent Carrier State. Meskipun tanpa menimbulkan gejala klinis lagi.
Bila virus dalam keadaan dormant, maka tidak timbul gejala. Karena tidak ada materi virus yang memicu respon imun. Karena belum pastinya kecenderungan virus Covid berpotensi dormant, maka saya berpendapat, sebenarnya pada OTG itu tetap timbul gejala tapi sangat ringan. Artinya ada respon imun, tapi berlangsung ringan. Saking ringannya, sampai tidak menimbulkan gangguan yang terasa bagi penderitanya.
Apakah tetap menular? Potensi menular tetap ada. Memperkirakan waktu infeksiusnya yang tidak mudah, karena tidak timbul gejala signifikan. Namun diduga, pola viral shedding pada kelompok yang asymptomatik (tanpa gejala) cenderung mengikuti atau sama dengan pola pada kelompok dengan gejala. Meskipun patut diduga bahwa daya penularan penderita yang tanpa gejala, tentu cenderung lebih kecil.
Mohon koreksi para Ahli Virologi. Matur nuwun.
Demikian. Mangga. Nuwun.
Tonang Dwi Ardyanto - RSUNS
@TDA 2/6/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H