Dapat dibayangkan, itulah kondisi yang dihadapi RS saat ada peserta JKN mengalami kecelakaan. Ada dua hal yang sama-sama tidak bisa ditinggalkan: menolong pasien karena rata-rata kegawatan, dan mengurus proses penjaminan agar tidak salah pilih yang berakibat tidak dapat diajukan klaimnya. Dibalik dua hal tersebut, ada risiko: salah paham dari pasien dan keluarganya, lebih-lebih masyarakat.
Belum lagi, yang dipaparkan ini baru tentang kejadian kecelakaan. Belum kalau terkait Penyakit Akibat Kerja.
Harapan RS sebenarnya sederhana. Cukuplah kami bertugas melayani sebaik-baiknya. Sesuai standar pelayanan medis. Soal-soal lainnya, mangga silakan yang berkepentingan.
Praktisnya: Pasien KLL datang, terbukti peserta JKN, kami melayani sebaik-baiknya, klaim ke BPJSK. Perkara nanti jadi tanggungannya BPJSTK, Jasa Raharja, Taspen dan Asabri, mangga silakan antar lembaga itu saling mengurus sendiri.
Jadi, sebenarnya aplikasi Insiden itu lebih tepat dipakai oleh BPJSK bersama-sama Penjamin yang lain. Bukan oleh RS. Bukankah demikian esensi dari Koordinasi Manfaat antar Penjamin? Bukankah kita semua sama-sama berorientasi pada melayani masyarakat?
Jadi, harapan RS itu bukan karena RS tidak peduli. Justru karena kami peduli pada pelayanan terbaik bagi masyarakat, maka sebaiknya tidak dibebani di luar tugas intinya. Sedangkan tugas-tugas terkait penjaminan, sebaiknya diselesaikan antar penjamin. Semua demi masyarakat.
Mangga. Nuwun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H