Salah satu topik hangat hari-hari ini adalah kritik pedas dan berita hangat tentang "Fungsi Sosial RS". Suara yang banyak mengemuka adalah RS dianggap tidak melaksanakan fungsi sosial. Sampai-sampai disebut dalam berita sebagai "Slogan Gombal Fungsi Sosial". Kiranya kita perlu jernih membaca agar tidak justru merugikan masyarakat.Â
Pasal 2 UU RS 44/2009
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
Pada bagian penjelasan, disebutkan bahwa yang dimaksud "fungsi sosial RS" adalah bagian dari tanggung jawab yang melekat pada setiap rumah sakit, yang merupakan ikatan moral dan etik dari rumah sakit dalam membantu pasien khususnya yang kurang/tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Â
Rincian tentang fungsi sosial ada pada pasal 29 huruf f tentang Kewajiban RS:Â
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
Mari kita coba menguraikan pelan-pelan.Â
Memberi fasilitas pelayanan bagi pasien tidak mampu/miskin
Dalam hal fasilitas fisik, Permenkes 340/2010 jo 56/2014 tentang Ijin dan Klasifikasi RS, sudah dipersyaratkan bahwa jumlah minimal TT (tempat tidur) kelas 3 adalah sebesar 30% di RS publik dan 20% di RS privat. Waktu itu, sebelum ada era JKN, diharapkan jumlah itu menjamin bahwa masyarakat yang miskin dan kurang mampu, sudah terlayani.Â
Bila dikaitkan dengan biaya, sebelum era 2005, biasanya pasien yang kurang mampu, akan diberikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Terhadap SKTM itu RS dapat memberikan pengurangan biaya. Dasarnya adalah Permenkes tentang Standar Tarif RS (telah beberapa kali terbit menyesuaikan perkembangan). Terakhir diatur dengan Permenkes 85/2015 pada pasal 23: