Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Defisit Dana Jaminan Sosial dalam RAPBN 2017

22 Agustus 2016   05:35 Diperbarui: 22 Agustus 2016   10:08 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti sudah banyak dibahas, memang Dana Jaminan Sosial khususnya yang dikelola oleh BPJSK dalam pelaksanaan JKN, terus mengalami defisit. Tidak jarang kita menudingkannya sebagai kurang akuntabelnya pengelolaan oleh BPJSK. Tentu saja tidak sesederhana itu, karena lebih mungkin memang kondisi defisit itu sudah dapat diperkirakan bahkan sejak awal. Tahun 2016 ini pun, diprediksi masih ada risiko defisit 6,8 T dengan asumsi sesuai Perpres 19/2016 (yang awalnya bahkan mencapai 10 T bila tidak ada penyesuaian besaran iuran). 

Bagaimana dengan 2017? Dalam nota keuangan yang disampaikan kepada DPR menjelang 17 Agustus 2016 kemarin, masih dicadangkan dana sebesar 3,6 T untuk menutup defisit DJS di tahun 2017. Sifatnya juga diubah, bahwa dana 3,6 itu tidak diberikan di awal, tetapi hanya boleh dipakai bila sudah terbukti ada defisit. Dengan demikian, tidak lagi sebagai "investasi" atau penyertaan modal.

screen-shot-2016-08-20-at-08-36-01-57ba26b4ab9273fa2885199c.png
screen-shot-2016-08-20-at-08-36-01-57ba26b4ab9273fa2885199c.png
screen-shot-2016-08-20-at-08-36-21-57ba27215eafbdaf241938c0.png
screen-shot-2016-08-20-at-08-36-21-57ba27215eafbdaf241938c0.png
Bagi penulis yang awam soal pengelolaan keuangan negara, perubahan kebijakan ini terus terang membuat khawatir. Prediksi cadangan risiko defisit yang "hanya" 3,6 T di 2017 itu menimbulkan risiko semakin ketatnya BPJSK dalam mengelola keuangan. Bukan berarti selama ini belum ketat. Tetapi dalam perspektif penyedia layanan kesehatan, ini akan mendorong teman-teman BPJSK untuk semakin menegaskan lagi strategi sebagai "strategic purchaser" nya. Itu juga bukan untuk mengatakan bahwa strategi itu salah atau jelek. Memang seharusnya demikian yang dilakukan atas nama Kendali Mutu dan Kendali Biaya. Hanya implikasi bagi pelaksana di lapangan yang tidak mudah. 

Bahwa BPJSK mengambil strategi tersebut, dapat dipahami dari sisi pengalaman selama 2 tahun ini. Data yang dilaporkan dalam nota keuangan RAPBN 2017, selama tahun 2014 dan 2015, BPJSK memang menghadapi beban berat pengelolaan keuangan JKN.

screen-shot-2016-08-22-at-07-18-43-57ba28d887afbd544bdf7968.png
screen-shot-2016-08-22-at-07-18-43-57ba28d887afbd544bdf7968.png
Untuk menjaga kesehatan keuangan DJS Kesehatan pada tahun 2015, Pemerintah telah mengalokasikan PMN sebesar Rp5,0 triliun. Dengan suntikan dana tersebut, dana talangan dari BPJS sebesar Rp1,9 triliun dan pelepasan aset investasi BPJS sebesar Rp1,1 triliun, arus kas DJS Kesehatan pada akhir tahun 2015 mengalami surplus sebesar Rp1,9 triliun. Dari sisi BPJSK, mereka bahkan telah ikut menanggung beban defisit tersebut dari hasil investasi dan pelepasan aset semata agar tidak menambah beban pemerintah. 

Bagaimana di 2017? Padahal Kementerian Keuangan sendiri memperkirakan beban defisit DJS masih akan terjadi pada 2017.

screen-shot-2016-08-22-at-07-22-29-57ba29bec523bd0c078b4567.png
screen-shot-2016-08-22-at-07-22-29-57ba29bec523bd0c078b4567.png
Perhitungan paling optimis sekalipun, tetap memperkirakan defisit pada angka 4,26 T. Kalau tidak tercapai, bisa-bisa terjadi defisit 8,31 T selama 2017. Masalah utamanya tetap: klaim rasio dan biaya pelayanan kesehatan. Maka menjadi sulit dipahami bagi penulis yang awam soal keuangan, dengan prediksi defisit sebesar itu, tetapi "hanya" dicadangkan dana 3,6 T?

Maka kemudian terbaca berita bahwa Wapres meminta BPJSK mengoptimalkan pelayanan kesehatan preventif dan promotif. Upaya ini tentu saja baik dan benar. Memang seharusnya demikian dalam sistem pelayanan kesehatan yang diharapkan. Hanya masalahnya, bila kemudian terdorong juga oleh upaya menekan defisit, maka ada muncul  kecenderungan untuk sebanyak mungkin menggeser biaya pelayana kesehatan dari pelayanan rujukan ke pelayanan primer. 

Kita semua harus berhati-hati, agar jangan sampai kemudian terjadi bahwa tekanan terhadap mengurangi defisit menjadi acuan dan mendorong dikalahkannya mutu dan keselamatan pasien. Kita harus tetap memegang satu pemahaman bersama bahwa yang diupayakan adalah Kendali Mutu dan Kendali Biaya. Bukan sebaliknya. Memang sudah demikian urutannya. Kondisi tekanan untuk mengurangi defisit ini, dikhawatirkan akan memunculkan lagi polemik seputar: proses verifikasi, dispute claim dan "pembatasan" pelayanan. 

Tulisan ini sama sekali tidak hendak menyalahkan atau menyudutkan BPJSK. Justru untuk membuka wacana bersama, bahwa ada masalah terhadap DJS di tengah arus kuat bahwa RABPN 2017 disusun dengan konsep defisit. BPJSK memang dalam posisi sulit dengan kondisi ini. Padahal dalam perasaan teman-teman BPJSK, bayangan penulis: kamipun bahkan sudah ikut menyumbang dana ke DJS. 

Bahwa kita semua harus berhemat demi terjaganya APBN, tentu adalah keniscayaan. Tetapi sekali lagi, jangan sampai kemudian unsur pentingnya justru yang harus dikalahkan. Untuk itu, mari penyedia layanan dan BPJSK bergandeng tangan untuk saling mendukung agar DJS tetap terjaga tanpa harus mengalahkan yang utama: mutu dan keselamatan pasien. 

#SalamKawalJKN

Sumber bacaan tentang RAPBN 2017:

screen-shot-2016-08-22-at-07-39-17-57ba2def14937361048b4569.png
screen-shot-2016-08-22-at-07-39-17-57ba2def14937361048b4569.png

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun