Seperti sudah banyak dibahas, memang Dana Jaminan Sosial khususnya yang dikelola oleh BPJSK dalam pelaksanaan JKN, terus mengalami defisit. Tidak jarang kita menudingkannya sebagai kurang akuntabelnya pengelolaan oleh BPJSK. Tentu saja tidak sesederhana itu, karena lebih mungkin memang kondisi defisit itu sudah dapat diperkirakan bahkan sejak awal. Tahun 2016 ini pun, diprediksi masih ada risiko defisit 6,8 T dengan asumsi sesuai Perpres 19/2016 (yang awalnya bahkan mencapai 10 T bila tidak ada penyesuaian besaran iuran).Â
Bagaimana dengan 2017? Dalam nota keuangan yang disampaikan kepada DPR menjelang 17 Agustus 2016 kemarin, masih dicadangkan dana sebesar 3,6 T untuk menutup defisit DJS di tahun 2017. Sifatnya juga diubah, bahwa dana 3,6 itu tidak diberikan di awal, tetapi hanya boleh dipakai bila sudah terbukti ada defisit. Dengan demikian, tidak lagi sebagai "investasi" atau penyertaan modal.
Bahwa BPJSK mengambil strategi tersebut, dapat dipahami dari sisi pengalaman selama 2 tahun ini. Data yang dilaporkan dalam nota keuangan RAPBN 2017, selama tahun 2014 dan 2015, BPJSK memang menghadapi beban berat pengelolaan keuangan JKN.
Bagaimana di 2017? Padahal Kementerian Keuangan sendiri memperkirakan beban defisit DJS masih akan terjadi pada 2017.
Maka kemudian terbaca berita bahwa Wapres meminta BPJSK mengoptimalkan pelayanan kesehatan preventif dan promotif. Upaya ini tentu saja baik dan benar. Memang seharusnya demikian dalam sistem pelayanan kesehatan yang diharapkan. Hanya masalahnya, bila kemudian terdorong juga oleh upaya menekan defisit, maka ada muncul  kecenderungan untuk sebanyak mungkin menggeser biaya pelayana kesehatan dari pelayanan rujukan ke pelayanan primer.Â
Kita semua harus berhati-hati, agar jangan sampai kemudian terjadi bahwa tekanan terhadap mengurangi defisit menjadi acuan dan mendorong dikalahkannya mutu dan keselamatan pasien. Kita harus tetap memegang satu pemahaman bersama bahwa yang diupayakan adalah Kendali Mutu dan Kendali Biaya. Bukan sebaliknya. Memang sudah demikian urutannya. Kondisi tekanan untuk mengurangi defisit ini, dikhawatirkan akan memunculkan lagi polemik seputar: proses verifikasi, dispute claim dan "pembatasan" pelayanan.Â
Tulisan ini sama sekali tidak hendak menyalahkan atau menyudutkan BPJSK. Justru untuk membuka wacana bersama, bahwa ada masalah terhadap DJS di tengah arus kuat bahwa RABPN 2017 disusun dengan konsep defisit. BPJSK memang dalam posisi sulit dengan kondisi ini. Padahal dalam perasaan teman-teman BPJSK, bayangan penulis: kamipun bahkan sudah ikut menyumbang dana ke DJS.Â
Bahwa kita semua harus berhemat demi terjaganya APBN, tentu adalah keniscayaan. Tetapi sekali lagi, jangan sampai kemudian unsur pentingnya justru yang harus dikalahkan. Untuk itu, mari penyedia layanan dan BPJSK bergandeng tangan untuk saling mendukung agar DJS tetap terjaga tanpa harus mengalahkan yang utama: mutu dan keselamatan pasien.Â
#SalamKawalJKN
Sumber bacaan tentang RAPBN 2017:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H