Kemarin siang, dalam perjalanan dari kampus UNS Kenthingan menuju RS UNS di Makamhaji, saya ditelepon seseorang yang mengaku pewarta dari Harian Kontan. Seingat saya sudah 2 atau 3 kali sebelumnya yang bersangkutan telepon. Topiknya tetap sama: meminta tanggapan atas berita soal JKN. Kemarin saya ditanya tentang Permenkes 12/2016 yang disebut sebagai revisi terhadap Permenkes 59/2014 tentang tarif JKN.Â
Saya awali dengan pertanyaan balik: memang kenapa dengan Permenkes itu? Ternyata saya yang ketinggalan, karena sebelum wawancara per telepon itu sudah ada berita di media yang sama tentang Permenkes 12/2016: Skema tarif layanan BPJS diubah. Pewarta bertanya: benarkah kapitasi yang diterima akan turun?Â
Saya awali tanggapan dengan lebih dulu menjelaskan. Awal JKN dulu ada Permenkes 69/2013 tentang tarif JKN. Berjalan 9 bulan, tanggal 1 September 2014 direvisi dengan Permenkes 59/2014. Di awal 2015, sebenarnya ada wacana revisi tarif, tetapi tertunda karena menunggu penetapan besaran premi. Tarif JKN itu ranah Menkes, sementara besaran premi itu ranah Presiden. Tentu tidak rasional bila tarif disesuaikan sementara besaran preminya sendiri belum ada kepastian perubahannya.Â
Sementara itu, di tahun 2015, sempat terjadi diskursus hangat tentang Norma Kapitasi (NK). Cukup banyak diskusi waktu itu, rangkumannya ada di tulisan sebelumnya. Norma kapitasi itu sendiri sebenarnya bukan barang baru. Sudah ada pemberlakuannya sejak awal JKN di 2014. Prinsipnya, kalau input atau kapaitasnya berbeda, tentu wajar bila besaran kapitasinya juga berbeda. Hanya waktu itu kita belum banyak memperhatikannya. Di awal 2015, juga mulai dikembangkan Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK): yang kinerjanya lebih baik, tentu juga wajar mendapatkan kapitasi yang lebih besar.Â
Sebenarnya penerapan NK dan KBK ini juga sebagai respon terhadap penialaian KPK tentang pemanfaatan dana kapitasi yang dinilai belum menunjukkan akuntabilitas. Maka kemudian ada rekomendai kepada Kemenkes dan BPJSK. Untuk menerapkan rekomendasi tersebut, Kemkes menerbitkan Permenkes 24/2015 tentang FKTP Berprestasi (terbit tanggal 13 Maret 2015). Di dalamnya diuraikan kriteria dan indikator penilaian FKTP berprestasi. Tercakup di dalamnya tentang input (ketesediaan SDM, sarpras dan jam buka pelayanan), sertiaa indikator kinerja pelayanan.Â
Selanjutnya, tanggal 27 Juli 2015, BPJSK menerbitkan Peraturan BPJSK nomor 2/2015 tentang NK dan KBKP (Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan). KBPK ini sebagai penamaan baru dari KBK yang sebelumnya diterapkan. Terjadilah kemudian diskursus hangat (bahkan cenderung "panas"). Dari beberapa tulisn sebelumnya, telah saya rangkum dalam satu tulisan sebelumnya. Mangga selengkapnya di sana.Â
Ujung dari diskursus itu, ada kesepakatan untuk menunda pelaksanaan NK dan KBKP. Kesepakatan itu dituangkan dalam Peraturan BPJSK nomor 3/2015 terbit 16 September 2015. Isinya:Â
1. Penerapan NK ditunda untuk penyempurnaan, dan dibatasi maksimal 6 bulan setelah Per BPJSK tersebut.
2. Penerapan KBKP tetap dilaksanakan selambat-lambatnya per 1 Januari 2016 untuk  Puskesmas di Ibukota Propinsi. Sedangkan untuk yang lain selambat-lambatnya per 1 Januari 2017.Â
Awalnya diharapkan bahwa penerapan NK itu akan dimasukkan dalam revisi tarif JKN (revisi terhadap Permenkes 59/2014). Tetapi sebagaimana disampaikan sebelumnya, harus menunggu penetapan besaran premi oleh Presiden.Â
Pada tanggal 29 Februari 2016, Perpres 19/2016 tentang JKN ditetapkan, termasuk tentang besaran Premi JKN. Namun dalam perjalanannya, muncul wacana untuk direvisi. Padahal sudah menjelang 1 April 2016, dimana NK harus mulai diterapkan. Untuk itulah, Kemenkes menerbitkan dulu Permenkes 12/2016 tentang tarif JKN, tetapi khusus mengatur soal Norma Kapitasi. Sementara revisi yang bersifat menyeluruh, masih terus berproses.Â