(Ditulis 25 Februari 2014)
Berita soal sebuah RS di Jakarta yang dituding berbohong soal ketersediaan tempat tidur, bahkan sampai dianggap menelantarkan pasien sehingga meninggal, mengingatkan saya ke tulisan lama di April 2013 lalu.
"Jumlah tempat tidur 150, yang indikasi rawat inap 155, maka akan diberitakan bahwa 5 pasien ditolak RS"... Ungkapan ini benar, tetapi masih belum tepat.
Kalau total beds 150, maka operasional yang efektif mensyaratkan hanya terisi sekitar 80% (itung-itungannya agak kompleks, itu estimasinya). Artinya hanya digunakan sekitar 120. Disebut efektif, bukan sekedar soal itung-itungan bisnis. Diperhatikan juga soal tingkat kelelahan. Ini juga bukan sekedar itung-itungan uang lembur, tetapi meminimalkan risiko kesalahan. Ini pun bukan semata-mata kesalahan petugas (human error), tetapi "kesalahan sistem" karena tidak sempatnya terjadi rotasi bed, agar menjadi bersih setelah seorang pasien pulang atau meninggal, sebelum harus diisi oleh pasien lain.
Sebelum soal kesalahan, ada juga faktor lain. Harapannya, pasien dengan infeksi misalnya, harus disendirikan, tidak bersama-sama pasien lain. Pasien anak-anak, dipisahkan dari pasien dewasa. Bahkan, di satu ruangan, seharusnya pasien laki-laki tidak berdampingan tempat tidurnya dengan pasien perempuan. Jadilah angka sekitar 80% itu yang dipakai, agar "efektif" untuk banyak alasan.
Lebih dari itu, sisa bed yang belum dipakai, juga merupakan bagian dari Surge Capacity. Kalau semua bed diisi, bagaimana bila tiba-tiba ada KLB (Kejadian Luar Biasa - bukan KLB Partai), atau KLL dengan korban massal, atau bencana alam? Mau dikemanakan mereka? Ini merupakan bagian dari Surge Capacity tersebut.
Jadi, ungkapan itu harus dirinci lagi, agar tidak tergesa-gesa menarik simpulan.Â
Sekarang, beberapa RS sudah memasang informasi real-time mengenai jumlah tempat tidur. Dinas Kesehatan Jawa Tengah juga sudah membangun situs SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu). Salah satunya menampilkan PSC (Public Service Center) untuk informasi jumlah tempat tidur RS. Ada juga yang tingkat Kabupaten/Kota seperti Surakarta dan Kudus.Â
Saling memahami dan keterbukaan informasi spt ini, semoga menjadi positif untuk kita semua. Mari!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H