[caption caption="TKMKB RS"][/caption]Tanggal 2 April 2016 kemarin, penulis ikut dalam diskusi tentang TKMKB (Tim Kendali Mutu Kendali Biaya). Berbicara TKMKB, pasti tidak akan lepas dari diskusi tentang DPM (Dewan Pertimbangan Medis). Akhir-akhir ini juga ditambah dengan Tim Pencegahan Kecurangan dan ada lagi Tim Verifikasi Gabungan. Terkait TKMKB dan DPM, gambar-gambar berikut ini cukup ringkas untuk memperjelasnya:
[caption caption="Bagan TKMKB"]
Mengapa? Kita lihat secara lebih rinci, siapa anggota TKMKB. Dengan susunan demikian, maka sebenarnya fungsi dan keberadaan DPM telah dapat dipenuhi oleh TKMKB, dengan meminimalkan potensi friksi antar Nakes itu sendiri. Penulis mengajak, mari para Dokter dan Nakes berkonsentrasi hanya untuk memberdayakan TKMKB. Mari kita buktikan bahwa TKMKB mampu mengemban fungsi DPM bahkan jauh lebih luas cakupannya. [caption caption="Anggota TKMKB"]
Digaji berapa menjadi anggota TKMKB? Tidak ada gaji. Yang ada adalah honorarium dan biaya ketika menyelenggarakan rapat. Standarnya sesuai aturan penggunaan uang negara dalam Peraturan Menteri Keuangan. Apa ya mau kalau hanya "segitu"? Ini soal pelaksanaan kerja profesional sesuai amanah UU Praktik Kedokteran 29/2004. Kalau bukan organisasi dan wakil Profesi, siapa lagi? Â Apa kita juga mau kalau pekerjaan kita dinilai bukan oleh organisasi profesi?Â
Lagipula, itulah salah satu bentuk penggunaan dana operasional sebesar kurang lebih 6% yang sering kita tudingkan sebagai digunakan secara tidak efisien oleh BPJSK. Itu adalah bagian dari penggunaan Dana Operasional untuk porsi non personil (UU BPJS 24/2011, PP 87/2013, Perpres 110/2013, dan PP 84/2015). Mari kita daya gunakan sebagian porsi dana operasional itu justru untuk mengawal dan menjaga marwah profesi Nakes dan Faskes itu sendiri dalam menerapkan amanah KMKB (UU Praktik Kedokteran 29/2004 dan UU Nakes 36/2014). Kalau kemudian TKMKB tidak aktif, kita harus bertanya kepada diri sendiri, sebelum kemudian mempertanyakannya kepada BPJSK. Kalau kita memang menganggap BPJSK yagn menghambat, lakukan advokasi bila perlu kritik keras dan laporkan ke Kemenkes dan Dinkes sebagai Koordinator Monev JKN.Â
Karena memang wilayah organisasi profesi, maka Tim Teknis TKMKB di masing-masing Faskes diwadahi oleh Komite Medik. Dalam melaksanakan KMKB di masing-masing RS, maka dilakukan audit medis (sesuai sekali lagi amanah UU Praktik Kedokteran 29/2004). Karena pada akhirnya JKN adalah konsep pelayanan holistik, maka kemudian bergerak juga ke Audit Klinis. Dalam proses ini melibatkan juga nakes lain sebagai sesama pemberi pelayanan maupun unsur non medis (keuangan, rekam medis, teknisi sesuai kondisi masing-masing). Dengan proses itulah diharapkan KMKB dapat dicapai dalam pelayanan kesehatan termasuk dalam skema JKN. Di tingkat FKTP maupun Klinik Utama, mengingat kondisi, maka Tim KMKB ini kemudian menyertakan unsur dari luar faskes yaitu dinkes dan organisasi profesi.Â
Dalam pelaksanaan KMKB, dapat saja ditemukan kondisi bahwa Faskes sudah menjalankan sesuai standar, namun ternyata ada perbedaan pendapat dengan BPJSK maupun dengan peserta. Untuk itulah ada wadah penyelesaiannya. Sesuai dengan konsep awal dan terakhir sesuai dengan Permenkes nomor 5/2016 tentang Dewan Pertimbangan Klinis (DPK), maka penyelesaian sengketa diupayakan dapat diselesaikan dulu di TKMKB secara berjenjang sejak Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional. Baru bila tidak dapat diselesaikan dengan kesepakatan di TKMKB, maka diajukan ke DPK. Agar tidak terlalu lama proses waktunya, maka kemudian dibentuk Tim Pertimbangan Klinis (TPK) tingkat Propinsi. Harapannya mempercepat proses. Dalam hal tidak selesai pada tingkat TPK propinsi, baru diajukan ke DPK. [caption caption="Pemutus Sengketa"]
Pada titik ini harus disadari bahwa fokus sebenarnya TKMKB adalah menjaga baku mutu layanan dari sisi input (kompetensi dan kewenangan), proses (audit medis) maupun output (utilization review). Juga untuk monev (pembinaan etika dan disiplin profesi). Dengan demikian dalam kacamata pelayanan, yang menjadi indiaktor adalah mencapai efisiensi. Adanya temuan inefisiensi tidak serta merta berarti suatu fraud, karena ada tahapan untuk menjadi fraud. Ini yang membedakan dengan kemudian adanya Tim Pencegahan Fraud [caption caption="Path to Fraud"]
[caption caption="TKMKB FKTP"]
[caption caption="TKMKB RS"]
Sebenarnya ini adalah merespon pernyataan KPK bahwa salah satu titik potensi tipikor dalam JKN adalah dalam proses pembayaran. Kemenkes diminta KPK menunjukkan komitmen menjaga potensi tipikor itu dalam pencegahan fraud terutama dalam proses verifikasi sebagai dasar pencairan klaim. Maka digerakkan pembentukan Tim Verifikasi Gabungan tersebut.Â