Akhir-akhir ini Pemerintahan Presiden Joko Widodo diguncangkan oleh berbagai isu negatif, salah satunya adalah "membengkaknya utang pemerintah". Apakah benar isu tersebut ataukah hanya isu yang sengaja dimunculkan oleh sebagian pihak demi kepentingan "politik"? Di dalam artikel singkat ini, saya akan sedikit menjelaskan mengapa pemerintah berutang, apakah utang tersebut merupakan kebijakan yang tepat atau tidak, dan apakah utang tersebut masih dalam kondisi aman atau bahkan sudah buruk.
Salah satu penyebab utama dari utang ialah terjadinya defisit anggaran dimana anggaran dengan pengeluaran negara lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara. Seperti diketahui, penerimaan terbesar negara berasal dari penerimaan pajak. Penerimaan tersebut belum mampu memenuhi keseluruhan belanja negara, akibatnya instrumen utama untuk menutupi defisit tersebut adalah melalui utang.Â
Selama 5 tahun terakhir (2012-16), Rasio Defisit Anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sempat menyentuh level tertinggi sebesar 2,6 persen pada tahun 2015. Adapun, defisit Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) tahun 2017 diperkirakan mencapai 2,92 persen, tertinggi dibandingkan lima tahun sebelumnya (lihat Gambar 1), namun masih di bawah dari batas maksimal 3 persen berdasarkan Permenkeu Nomor 45/PMK.02/2006.
Selama 5 tahun terakhir, Rasio Utang terhadap PDB terus mengalami kenaikkan dari sebesar 23,0 persen pada tahun 2012 menjadi sebesar 28,3 persen pada tahun 2016, sedangkan proyeksi Rasio Utang terhadap PDB menurun tipis menjadi sebesar 28,1 persen pada tahun 2017 (lihat Gambar 2), masih jauh di bawah dari batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah yang sebesar 60 persen dari proyeksi PDB tahun yang bersangkutan. Demi menekan risiko peningkatan rasio utang, Pemerintah harus memperluas jangkauan penerimaan pajak yakni salah satunya dengan program tax amnesty, kebijakan anggaran Pemerintah yang lebih realistis, serta pengelolaan pengeluaran fiskal yang lebih terkendali.
Namun demikian, Pemerintah harus selalu mewaspadai kemungkinan memburuknya defisit ke depan secara signifikan akibat risiko dari krisis finansial global, ketidakstabilan politik, dan pengelolaan utang Pemerintah yang tidak terkendali.
Ditulis oleh:
Tomy Zulfikar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H