Pemilu yang dilaksanakan secara serempak, baik legislatif maupun presiden pada tanggal 17 April 2019 menimbulkan masalah baru. Lembaga survei dengan caranya mempublish hasil real count hasil pemilu secara cepat akhirnya menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Hal ini wajar, bila masyarakat tidak percaya dengan lembaga survei yang tampil di media TV. Karena hasilnya sangat membingungkan, pada saat live di quick count angka yang muncul pertama yang unggul adalah pasangan 02, anehnya ketika jeda iklan, tiba-tiba angka yang muncul terbalik menjadi milik 01.
Di samping itu, para lembaga survei ini dekat dengan pertahana dan pengusaha. Sehingga independensinya diragukan.
Dan keanehan muncul, ketika salah satu lembaga survei menghentikan hasil quick count nya, dengan alasan ada masalah pada surveyor nya.
Dan lucunya angka pada quick count cenderung stabil, dan aneh. pergerakan angkanya sulit menembus 100% sebagai akhir quick count.
Tiba-tiba masyarakat dikejutkan dengan pernyataan pasangan 02, yang menyatakan kemenangan. Tentu hal ini membuat lembaga survei menjadi bingung dan ketakutan.Â
BIsa dibayangkan lembaga survei hanya mengambil sampel sekitar 3.000 SD 5.000 TPs dari sekitar 813.000 TPS yang ada.
SEdangkan pihak pasangan 02 menyatakan kemenangan dengan sampel sekitar 300.000 TPS.
SUngguh luar biasa, efek dari pernyataan pasangan 02, hasil quick count yang seharusnya bisa menjadi rujukan. Justru berbanding terbalik. Masyarakat justru melakukan perlawanan dengan membuat real count.
Dan hasilnya sungguh mengejutkan, ternyata ada perbedaan antara quick count yang di publish lembaga survei dengan real count.
Sampai saat ini, lembaga survei masih berkeyakinan dengan hasil quick count nya. Tetapi menurut penulis, itu sah saja. Yang menjadi masalah saat ini adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga survei.