Pepatah mengatakan, "rambut sama hitam, tapi isi kepala siapa tahu?". Kalimat itu bermakna bahwa setiap orang boleh saja sama penampakan luarnya, namun pemikirannya (dan sikapnya) belum tentu sama. Termasuk terhadap ilmu. Adalah Rasulullah SAW yang memberikan arahan 'alternatif' pemikiran dan penyikapan terhadap ilmu. Beliau SAW bersabda, "Jadilah kalian orang yang berilmu ('aliman), atau (setidaknya) jadilah penuntut ilmu (muta'aliman, active learning), atau (setidaknya) jadilah pendengar ilmu (mustami'an, passive learning), atau (setidaknya) jadilah pendukung aktivitas keilmuan (muhibban), dan jangan jadi yang kelima (yaitu yang bukan keempat kriteria di atas), maka kalian akan binasa.". Dan berdasarkan itulah bisa 'dipetakan' tipe-tipe manusia berdasarkan sikapnya terhadap ilmu, sebagai berikut: 1. 'Aliman, orang yang berilmu. Ini adalah tipe yang utama. Orang yang berilmu adalah orang yang menguasai ilmu dan karenanya bijaksana. Mereka bukan sekadar mengetahui ilmu, tapi memahami ilmu. Mereka bukan manusia teori, tapi bisa memanfaatkan ilmunya untuk kemaslahatan ummat. Mereka bukan "penimbun" ilmu, melainkan "penyalur" ilmu: ilmu mereka banyak dan terus bertambah, tapi sekaligus mereka mengamalkan ilmunya (mengajar termasuk di dalamnya). Mereka adalah orang-orang yang tenang hati dan fikirannya karena ilmu pengetahuannya. Merekalah yang memiliki modal (dan paling layak dan mampu) untuk mengelola alam semesta ini (khalifah). Orang-orang 'aliman inilah yang layak mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT dan RasulNya. Sayangnya, jumlah mereka minoritas. 2. Muta'aliman, para pembelajar. Mereka adalah orang-orang yang aktif menuntut ilmu. Mereka gemar belajar apa saja, di mana saja, kapan saja, dan pada siapa saja. Mereka orang-orang yang haus ilmu. Mereka punya jadwal rutin kunjungi forum-forum keilmuan. Mereka seolah tak pernah ketinggalan update informasi berbagai kegiatan kajian ilmu. Mereka tidak memiliki kebosanan terhadap buku dan membaca. Mereka memiliki kesadaran bahwa mereka masih kekurangan ilmu dan mereka juga tahu akan keutamaan dan manfaatnya jadi orang 'alim, maka itu mereka bersemangat menuntut ilmu. Namun mereka baru taraf menguasai teori. Jika ditanya suatu persoalan, maka mereka mampu menjawabnya secara letterlijk. Mereka mengetahui ilmu, namun belum sampai pada tahap memahami dan mengamalkan. Kelak mereka akan menjadi 'aliman, jika terus belajar dan mengamalkan. 3. Mustami'an, para penyimak ilmu. Mereka adalah pembelajar yang pasif. Mereka senang bila diajak ikutan kajian-kajian ilmu. Mereka akan tekun mendengarkan uraian-uraian tentang ilmu. Mereka senang dan bangga jika bisa hadir di forum-forum ilmu, walau mereka tidak terlalu aktif di forum tersebut. Hanya sekadar menyimak. Istilah Betawi untuk ini adaah 'jiping', kependekan dari 'ngaju nguping'. Maksudnya datang ke pengajian hanya bermodalkan kuping untuk mendengarkan uraian tentang ilmu. Mereka senang berkumpul beramai-ramai di forum kajian ilmu. Senang guyub. Romantika kelompok. Adapun ilmu yang bisa diserap, dipahami, dan diamalkan, belum terlalu banyak. Mereka aktif  jika bersama-sama. Belum ada motivasi pribadi yang kuat. Tapi ini masih lumayan. 4. Muhibban, para pendukung pembelajar dan aktivitas keilmuan. Bahasa lainnya: simpatisan. Mereka mencintai para pembelajar. Mereka mencintai forum-forum kajian keilmuan. Mereka akan mensupportnya. Mereka lebih senang menjadi (sekadar) fasilitator. Uniknya, mereka justru belum tertarik untuk ikut langsung berpartisipasi aktif di dalam kajian-kajian ilmu, walaupun hanya sekadar mendengarkan (mustami'an). Mereka hanya senang menjadi pendukung saja. Bahkan mereka akan memberikan perlindungan kepada aktivitas keilmuan dari kemungkinan gangguan. Entah apa yang masih menghalangi hatinya untuk tergerak melibatkan diri secara full menuju tingkat 'aliman. Namun rasa cinta dan dukungan mereka sangat patut diapresiasi secara positif. Mereka orang-orang baik yang perlu diajak untuk lebih mengembangkan kebaikan-kebaiknnya. 5. Golongan selain keempat di atas. Rasulullah SAW tidak memberikan terminologi untuk menyebut golongan kelima ini. Beliau hanya menyebut singkat apa akibatnya, yaitu "maka kamu akan binasa". Ini sudah cukup mewakili betapa buruk golongan kelima ini karena dikatakan 'akan binasa'. Binasa adalah suatu kondisi di mana sesuatu itu rusak parah atau hancur lebur. Selain keempat golongan di atas, memang bisa kita identifikasi sebagai para penolak ilmu, penghina para pembelajar, dan penghalang aktivitas keilmuan. Perbuatan mereka tidak berlandaskan ilmu, hanya berdasarkan hawa nafsu belaka. Mereka menolak perbuatan-perbuatan baik yang lahir dari rahim ilmu. Mereka bahkan berupaya mencegahnya. Golongan ini adalah golongan yang rusak fikir dan rusak akhlaq atau setidaknya mereka adalah kaum bodoh yang apatis. Pantas jika mereka disebut 'akan binasa'. Binasa di sini bisa secara fisik, maupun secara pemikiran dan budaya. Rasulullah SAW meminta kita agar jangan menjadi golongan ini. Jika boleh digambarkan, maka mungkin diagram berikut bisa mewakili kelima golongan di atas: Pertanyaan untuk diri sendiri: di golongan manakah diri kita? Selamat merenung. Tomy Saleh. Kalibata. 25 Januari 2011. 14:16WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H