Mohon tunggu...
TOMY PERUCHO
TOMY PERUCHO Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Perbankan, berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Agama : Islam. Pengalaman kerja : 1994-2020 di Perbankan. Aktif menulis di dalam perusahaan dan aktif mengajar (trainer di internal perusahaan) dan di kampus.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan-jangan....

17 Juni 2020   20:00 Diperbarui: 17 Juni 2020   20:17 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpikir positif melapangkan hati dan pikiran menjadi terang serta menyehatkan raga kita...beban yang berat & masalah yang rumit niscaya menjadi ringan dan mudah...

Kita semua setuju bahwa salah satu kunci kesuksesan suatu perusahaan dibangun dari energy yang positif yang berasal dari setiap individu yang ada di dalamnya. Namun demikian, energy yang positif tersebut tidak dapat muncul begitu saja, tetapi melalui suatu rangkaian proses dan bersumber dari hal yang paling mendasar pada diri kita, yaitu HATI. 

Energi positif, pikiran positif, semuanya berasal dari hati yang positif. Oleh karena itu benar adanya bila berbagai slogan, semboyan, tag line atau prinsip yang digunakan oleh banyak organisasi, perusahaan, semuanya dikaitkan dengan hati, seperti : berbisnis dengan hati, berjuang dari hati, Inovasi dari hati, Layanan dari Hati, bekerja dengan hati, melayani dengan hati, menjual dengan hati, dan lain sebagainya. Lantas apa yang dapat menyebabkan energy positif tersebut belum dapat dihasilkan secara optimal? 

Ya, salah satu penyebabnya adalah perasaan was-was (negatif) yang muncul pada diri kita ketika menghadapi suatu hal. Ketika ada orang lain menghubungi (belum tentu akan minta bantuan kita), image awal kita seolah mengatakan : jangan-jangan dia mau melemparkan pekerjaan dan tanggungjawab, jangan2 dia mau memanfaatkan saya, jangan-jangan dia ada maksud tertentu, jangan-jangan dia begini-begitu...

Hal yang wajar dan tidak dipungkiri bahwa hal ini terjadi di lingkungan kita sehari2 dan setiap orang pasti memiliki perasaan was2 tersebut. Hanya mungkin kadarnya saja yang berbeda2. Sikap berhati2 tentu perlu, bahkan harus! tetapi tentunya hati2 yang diperlukan di sini adalah hati2 yang cermat dan cerdas serta professional sesuai dengan tatanan dan aturan yang berlaku yang akan dapat menciptakan komunikasi dan hubungan yang baik serta lingkungan yang kondusif. 

Dari komunikasi dan hubungan yang baik tersebut akan menciptakan Trust (rasa percaya), dan dari rasa saling percaya antar individu, akan memudahkan kita berkoordinasi dan berkolaborasi dalam teamwork yang pada akhirnya akan dapat mendorong terwujudnya tujuan akhir yang akan kita capai bersama. 

Layaknya sebuah team sepak bola, antara satu pemain dengan pemain lainnya harus saling percaya untuk memberi umpan dan percaya mengikuti arahan sang kapten team.

Apa jadinya, apabila semua anggota team ingin mencetak gol dan lupa dengan perannya masing2 karena semua ingin terlihat dan semua ingin diakui. Salah2 bukannya gol kemenangan yang tercipta, tetapi sebaliknya malah kebobolan karena gawang yang ditinggalkan kosong.

Demikian juga sebaliknya, bila semua pemain hanya ingin bertahan untuk menjaga agar gawangnya tidak kebobolan, maka kesebelasan pun tidak akan menang karena tidak ada yang mencetak gol. 

Bila hal ini diaplikasikan dalam bisnis, maka bisnis tidak jalan dengan baik karena kita hanya bertahan. Bila kita mau maju, maka tidak boleh sekedar bertahan dan BAU (Business As Usual), tetapi kita harus terus maju.

Oleh karena itu, sebuah Team harus memiliki satu visi yang sama, satu persepsi, satu hati, baru kita dapat mengatur barisan dan mulai melangkah dalam derap dan langkah yang sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun