Enigma konstitusi harus diselesaikan secara tepat karena seperti diketahui ada batasan umur minimal untuk menjadi Hakim Konstitusi. Semangat kepemudaan tidak bisa masuk ke dalamnya kecuali ia sebagai pihak yang dirugikan secara langsung (bagian pengujian undang-undang). Namun dalam memberikan hasil putusan harus dibatasi dengan syarat-syarat konstitutif. Pembatasan ini sebaiknya tidak menjadikan penguasaan etika politik lebih kacau karena ketika ada pembatasan terhadap subjek hukum maka disitulah peran etika terlihat. Etika politik dan etika hukum harus berjalan secara bersamaan namun harus dikuasai dengan baik. Sebagai contoh ketika seorang menjadi hakim maka ia bisa saja menemukan etika hukum yang sesuai namun etika politik menjadi lemah. Sebaliknya ketika hakim tidak lagi berperkara maka etika politik cenderung lebuh kuat daripada etika hukum karena tidak ada keterikatan kasus yang ditangani secara moral. Pembahasan etika termaktub dalam Pasal 24B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa "Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak bercela". Etika politik bisa saja memberikan makna dari kepribadian tidak bercela apabila seseorang melakukan hal diluar keinginannya. Namun bagaimana etika hukum bisa memberikan definisi akan makna kepribadian tidak bercela? Jawabannya melalui kebijaksanaan dari seorang penegak hukum. Pola pemikiran demikian harus menjadi pencerahan bagi pemuda agar etika tetap menjadi terdepan ketika terjadi pembatasan keterlibatan oleh penguasa.
Â
Kesimpulan   Â
Â
Pemuda harus memiliki dan mempelajari etika politik dan etika hukum. Mempelajari tidak sekadar tahu namun bagaimana bisa menunjukkan argumentasi ketika menyampaikan dalam publik. Hal ini penting sebagai kekuatan agar entitas pemuda dapat menjadi peran faktual bagi negara. Peran serta pemuda tidak lagi sekadar pelengkap orang tua namun ia harus secara mandiri sebagai pemberi solusi yang beretika. Pemuda bukan lagi memihak pada subjek hukum yang berada namun cenderung pada bagaimana keadilan hukum dapat tercipta dengan baik. Etika yang baik tidak bertentangan dengan konstitusi dan kebenaran universal dilandai keyakinan akan iman pada Tuhan.
Â
Daftar Pustaka
Â
Amirudin, Dede, Christian Christian, Samsudin Nurseha, and Abdul Musyfiq Al-aytami. "Power and Law in The Context of Separation of Powers: A Qualitative Study of The Relationship Between The Executive and The Judiciary." International Journal of Social Service and Research 4, no. 02 (February 25, 2024): 682--89. https://doi.org/10.46799/ijssr.v4i02.737.
Â
Fabre, Ccile. "Espionage, Ethics, and Law: From Philosophy to Practice." Criminal Law and Philosophy, 2024. https://doi.org/10.1007/s11572-024-09719-6.