Mohon tunggu...
Tomy aji wijaya
Tomy aji wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif 2024

ESTJ

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebebasan, Sebuah Pedang Bermata Dua

11 Juni 2024   19:32 Diperbarui: 11 Juni 2024   19:36 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di era modern ini, kebebasan bagaikan mahkota yang diimpikan setiap individu. Kebebasan untuk menyuarakan pendapat, mengekspresikan diri, dan memilih jalan hidup bagaikan hak asasi yang dijunjung tinggi. Namun, di balik kilauan kebebasan, tersembunyi realita yang sering terabaikan, yaitu kebebasan pun dapat mengantarkan pada jurang kesepian.

Paradoks Kebebasan: Antara Keberanian dan Keterasingan

Kebebasan identik dengan kemampuan untuk menentukan pilihan tanpa paksaan. Tapi, ketika setiap individu leluasa melangkah di jalurnya sendiri, ini berarti tak ada jalan yang dianggap benar atau lebih baik. Akibatnya, individu terjerumus ke jurang keterasingan, kehilangan rasa kebersamaan yang lahir dari nilai dan norma yang sama.

Masyarakat yang menjunjung tinggi kebebasan individu laksana lautan manusia yang sibuk mengejar mimpi dan ambisi masing-masing. Karir, hobi, dan cita-cita dikejar tanpa mempedulikan dampaknya pada hubungan sosial. Kepuasan pribadi diraih, tapi sering kali mengorbankan waktu dan energi untuk membangun koneksi dengan sesama.

Fragmentasi Sosial: Terpecah Belah oleh Pilihan

Semakin banyak pilihan yang tersedia, semakin mudah individu merasa kewalahan dan memilih jalan yang berbeda dari orang lain. Hal ini berakibat pada fragmentasi sosial, di mana komunitas dan kelompok terpecah belah. Ketika setiap individu melangkah di jalurnya sendiri, peluang untuk menjalin interaksi dan membangun hubungan erat pun kian menipis.

Di kota-kota besar, misalnya, kesibukan menelan individu, menghambat interaksi dengan tetangga atau komunitas. Di tengah keramaian, mereka dilanda kesepian karena minimnya hubungan yang bermakna.

Teknologi modern membuka gerbang kebebasan untuk berkomunikasi dengan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Media sosial menjadi jembatan penghubung dengan teman, keluarga, bahkan orang-orang di belahan dunia lain. Namun, kebebasan ini pun bagaikan pedang bermata dua.

Sering kali, interaksi di dunia maya menggantikan interaksi tatap muka yang lebih mendalam dan bermakna. Media sosial juga menciptakan ilusi kebebasan. Kita merasa bebas mengekspresikan diri, namun tertekan untuk menampilkan versi terbaik, memicu perasaan kesepian karena hubungan dirasa tak autentik.

Mencari Keseimbangan: Antara Kebebasan dan Kebersamaan

Kebebasan memang berharga, namun seperti halnya nilai lainnya, keseimbangan adalah kuncinya. Kita perlu menemukan cara untuk menikmati kebebasan tanpa mengorbankan hubungan sosial yang bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun