Negara ini didirikan oleh prajurit dan pemikir-pemikir yang hebat dan kemudian bertransformasi menjadi politisi ulung nan bermartabat. Sejarah masa lalu telah membuktikan bahwa politisi adalah profesi yang paling tinggi di Indonesia. Jika anda berpikir bahwa dunia pendidikan bisa maju dikarenakan oleh profesi guru, ingat kembali, guru bisa saja tidak menjadi apa-apa jika politisi di Senayan sana tidak mengambil kebijakan yang mendukung mereka. Jika anda berpikir bahwa milliter akan kuat dikarenakan tentaranya, cek lagi apa yang bisa dilakukan oleh militer jika tiba-tiba anggarannya dipangkas oleh politisi di Senayan sana. Bahkan harga jagung saja tidak ditentukan oleh si petani yang menanam atau oleh mekanisme pasar, tapi ditentukan oleh para politisi yang yang akan memutuskan impor atau tidak.
Tidak ada yang salah menjadi politisi, malah profesi ini sangat mulia karena bekerja untuk orang banyak. Tapi itu tidak berarti mereka sama dengan bintang film atau bintang rock. Karena walaupun bintang film dan bintang rock juga berkerja untuk banyak orang yang menonton mereka, tapi dua bintang itu tidak bisa menentukan harga gabah. Politisi ? Sudah dijelaskan di atas. Politisi adalah profesi puncak di Indonesia. Tidak terhitung lagi berapa banyak ragam latar belakang profesi yang dimiliki oleh politisi di Indonesia. Peengacara akan bermuara menjadi politisi, pensiunan PNS atau militer juga akan bermuara kepada politisi, pelawak akan bermuara kepada politisi, penyanyi akan bermuara kepada politisi, akademisi akan bermuara sebagai politisi, pengusaha akan beralih menjadi politisi, aktivis akan bermuara sebagai politisi, ustadz pun sudah ikut-ikutan jadi politisi. Jadi jangan heran jika profesi politisi adalah posisi yang paling tinggi kedudukannya di Indonesia.
Pada banyak kesempatan, tingginya posisi profesi mereka menjadikan mereka ingin memberi tahu kepada semua orang bahwa mereka adalah orang-orang yang terhormat, orang-orang yang terpilih, pokoknya bukan orang sembarangan. Beberapa kali kita juga sempat membaca berita mengenai arogannya politisi. Itu menandakan bahwa mereka memang bukan sembarangan orang. Bayangkan saja, nasib lebih dari 200 juta jiwa di Indonesia berada di tangan mereka. Mereka lah yang menjalankan negara ini. Mereka lah yang menentukan kemana anggaran negara ini akan dihabiskan. Mereka lah yang menentukan untuk siapa kekayaan alam ini diberikan. Apakah ada profesi yang lebih tinggi dari itu ? Jika anda berprofesi sebagai guru, dan bercita-cita untuk mengubah bangsa ini, sebaiknya anda mulai melupakan cita-cita itu.
Ada yang mengatakan bahwa posisi penegak hukum lebih tinggi karena kekuasaan yang mereka miliki bukan berasal dari atasan mereka, tapi bersumber dari hukum. Benarkah begitu ? Lalu hukum yang mereka patuhi itu bukankah berasal dari perbincangan, perdebatan dan keputusan yang diambil oleh para politisi ?
Sama halnya dengan di negara-negara lain, rasanya sistem politik di Indonesia tidaklah jauh berbeda kecuali kita memang sudah didesain oleh kekuatan dunia lain agar tidak pernah menjadi negara maju. Menghalangi Indonesia untuk maju juga tidak sulit-sulit amat, cukup meracuni para politisi dan partai politiknya. Jika Inggris menggunakan candu untuk melemahkan dan menguasai Cina, maka di Indonesia tidak ada yang lebih mujarab dibandingkan menggunakan lembaran yang bergambar Abraham Lincoln.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa partai politik di Indonesia tidak memiliki jenjang kaderisasi yang jelas. Partai politik lebih cenderung memilih orang-orang yang memiliki harta melimpah untuk menjadi kadernya dan diberikan posisi pengurus dalam struktur partai, walaupun yang bersangkutan baru saja menerima KTA partai itu seminggu yang lalu. Menutup pintu terhadap kader yang memang berjuang mulai dari ranting dan tingkat kelurahan.
Bisa anda bayangkan Pasha yang entah sejak kapan menjadi kader suatu partai politik kemudian tiba-tiba diusung oleh partai politik untuk maju pencalonan Walikota Palu, dan menang. Apakah itu kemenangan partai politik ? Bukan, itu hanya kemenangan Pasha Ungu saja, tidak lebih. Adakah pendidikan politik di sana, yang sebenarnya memang menjadi tanggung jawab partai politik ? Silahkan anda jawab sendiri. Hal itu membuktikan bahwa tidak perlu memahami politik sebagai sebuah ilmu yang bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan berbangsa untuk menjadi politisi.
Anda cukup menjadi terkenal dan punya banyak uang, maka anda sudah bisa dikatakan politisi terkemuka. Makanya tidak banyak orang yang belajar ilmu politik untuk terjun menjadi politisi. Mereka jelas akan kalah saing dengan para pemodal jika hanya mengedepankan pemahaman dan idealisme politik di dalam kepala mereka. Jadi mereka belajar ilmu politik hanya untuk memiliki gelar master, atau menjadi dosen.
Menyimak kondisi yang sudah dijelaskan panjang lebar di atas, masihkah bisa kita berharap bahwa Indonesia akan jadi lebih baik ? Saya tidak mempercayai kebetulan, saya mempercayai adagium latin, “Amat Victoria Curam”, Victory Loves Preparation.Kejayaan membutuhkan persiapan. Saya tidak mempercayai input yang yang buruk akan mengeluarkan output yang baik. Artinya adalah kita belum sepenuhnya sadar bahwa kita sudah begitu salah di hulu, namun berharap segala sesuatunya akan baik di hilir. Terlalu naif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H