"Diplomasi itu mengusung perdamaian. Kalau tidak damai, dan sampai ke perang, itu bukan diplomasi". Pernyataan dan penegasan tersebut, berulang-ulang kali disampaikan Menteri Luar Negeri Kabinet Kerja Republik Indonesia, Retno Marsudi kepada saya dan teman-teman pegiat media sosial ketika kami berbincang di Gedung Pancasila.
Kami memang bertemu dan berbincang secara khusus dengan Menteri Luar Negeri, dalam rangkaian event Regional Conference on Digital DIplomacy atau RCDD. Ketika kami bertemu, Ibu Retno bercerita kepada kami mengenai diplomasi di era digital.
Jaman sebelum era digital, cerita Ibu Retno, kalau ada peristiwa di Luar Negeri, pesan penting yang disampaikan, membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Pesan yang dikirim, harus dibuat menjadi kode khusus, dikirimkan, dan ketika diterima, kode-kode tersebut harus diterjemahkan menjadi bahasa yang bisa dibaca.
Butuhnya, bisa tiga hari paling cepat.
Tapi, di era digital seperti ini, peristiwa di luar negeri cepat diketahui. Dan penanganannya pun lebih cepat. Seperti peristiwa di Hongkong. Kementrian luar negeri bisa langsung merespon dengan cepat dan membuat hotline.
Diplomasi Digital ini, sendiri, menurut Ibu Retno adalah pemanfaatan teknologi komunikasi terbaru dan internet untuk meraih tujuan-tujuan diplomatik. Tujuan diplomatik atau diplomasi itu sendiri tetap mengusung perdamaian.
Tidak hanya itu, Digital Diplomacy ini juga merupakan strategi komunikasi daring atau online yang dilakukan oleh Kementrian Luar Negeri. Penyelesaian masalah kebijakan luar negeri dengan melalui teknologi informasi terkini juga merupakan bagian dari diplomasi digital.
Menlu juga kembali berkisah, ketika melakukan evakuasi WNI di Yaman ketika pecah perang, "dikomando" oleh Menlu melalui Smartphone. Langkah-langkah evakuasi diketahuinya melalui teknologi informasi terkini, jadi tindakan yang dilakukan bisa lebih cepat.
Bahkan, Menlu membeberkan data bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, 43 Sandera di Luar Neger berhasil dibebaskan. Kasus WNI di Luar Negeri yang berhasil diselesaikan sebanyak 73.503.Â
Cuma itu saja? WNI Yang selamat dari hukuman mati juga mencapai 297 orang. Dan masalah finansial terutama pembayaran terhadap WNI yang bekerja di Luar Negeri, nilainya fantastis: 574 miliar rupiah.
Prestasi yang bisa diacungi jempol!