Ketika masa SMA, di Kota Bitung, Sulawesi Utara, saya mulai mengenal atau membaca, Wiro Sableng. Disinlah saya mulai mengenal tokoh silat yang ditulis oleh Sebastian Tito ini. Dan sudah entah berapa cerita Wiro Sableng yang saya baca.
Setelah kuliah di Salatiga, saya sudah jarang sekali membaca Wiro Sableng ini, tapi tentunya saya tidak mudah lupa. Bertahun berikutnya, akhirnya serial Wiro Sableng ini muncul di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Kalau tidak salah awal tahun 2000an ya.Â
DI Akhir Agustus Tahun 2018 ini, film Wiro Sableng untuk layar lebar, akhirnya  tayang. Karena sering membaca buku atau novelnya, saya sudah pasti ingin menontonnya. Memang menunggu beberapa hari sih, karena di awal tayang, penonton membludak. Saya lihat antrian di bioskop.
Akhirnya tiba saatnya untuk menonton film ini, dengan ekspektasi bahwa film ini akan bagus. Melebihi film Indonesia pada umumnya.Â
Awal pembukaan film ini sepertinya menjanjikan. Berawal dari ulah Mahesa Birawa dan gerombolannya merampok desa Jatiwalu dan membunuh orang tua Wira. Wira ini lah nantinya setelah tumbuh besar menjadi Wiro Sableng. Mungkin Wira ini lama-lama pengejaannya menjadi Wiro.Â
Wira yang masih kecil ini sebenarnya akan dibunuh oleh Mahesa Birawa. Oh iya, yang memerankan Mahesa Birawa ini adalah Yayan Ruhian. Wira yang hendak dilempar ke dalam api, akhirnya diselamatkan Sinto Gendeng, yang kemudian melatih Wira hingga dewasa dan menjadi Wiro Sableng setelah dianggap selesai berlatih menjadi pendekar.
Secara cerita, plot film ini biasa saja. Hanya menceritakan Wiro Sableng yang dilatih dari kecil, hingga dewasa (Wiro Sableng dewasa diperankan oleh Vino G Bastian) dan ditugaskan oleh gurunya untuk mencari Mahesa Birawa yang ternyata adalah saudara seperguruannya yang kemudian berkhianat. Ketika mencari Mahesa Birawa, Wiro Sableng bertemu dengan tokoh lainnya seperti Anggini (Sherina Munaf), Bujang Gila Tapak Sakti (Fariz Alfarazi) dan Rara Murni (Aghniny Haque).
Dalam proses pencarian ini, kemudian plot satu lagi muncul, karena di Raja Kamandaka (Dwi Sasono) hendak dikudeta oleh saudaranya sendiri. Ternyata ketika ingin dikudeta, para tokoh kudeta ini bekerja sama dengan Mahesa Birawa. Saya awalnya berpikir bahwa ini sekedar pencarian Mahesa Birawa saja, ternyata tidak. Ada plot lain juga.
Sebagai film Indonesia, saya rasa Wiro Sableng ini sudah bagus. Ada beberapa adegan yang menggunakan CGI, meskipun terlihat sekali penggunaan CGI, sudah cukup baik. Adegan berkelahi di film saya suka. Bagus adegannya, tapi untuk adegan terbangnya, masih belum terlalu smooth. Masih terlihat sekali agak kasar. Wiro Sableng yang mau mengambil kapak sakti 212 nya juga dibikin mirip dengan film ketika King Arthur hendak mencabut pedang Excalibur dari batu. Wiro juga mengambil kapaknya yang tertancap di dalam batu.
Dari sisi cerita, kita tidak bisa berharap banyak. Anggini ataupun Bujang Gila Taka Sakti ini tetiba muncul tanpa digambarkan sedikit asal muasal mereka, menjadi seperti lubang di film ini. Mahesa Birawa juga di film ini masih sama saja facenya. Padahal ada selisih waktu antara Wiro Sableng kecil dan dewasa sebanyak 17 tahun, tapi Mahesa Birawa masih sama saja. Begitu juga dengan gerombolanya. Apa karena jagoan mereka jadi awet muda?Â
Vino G Bastian juga cukup baik memerankan Wiro Sableng yang tengil. Ada adegan dengan jokes-jokes yang sebenarnya garing tapi ya cukup membuat penonton tertawa. Semisal ketika Wiro nyeletuk nama Anggini dengan Syahrini.Â