Mohon tunggu...
Tommy Zip
Tommy Zip Mohon Tunggu... -

Pelatih kecerdasan pribadi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Katanya Tentang Perempuan

8 Juni 2014   02:25 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:46 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Hai, Win… Sudah lama menunggu? Maafkan aku telat ya…” Sapaku saat bertemu Winda, sepupuku yang sudah begitu lama tak kujumpai. Winda tampak tidak terlalu  bersemangat. Namun masih terbersit juga senyum manisnya.

It’s OK, baru 10 menit, kok, Sya.” Jawabnya singkat.

“Hhhmm, kelihatannya kurang bersemangat hari ini? Kenapa?” Tanyaku lagi. Winda hanya mengangkat bahunya. Entah dia enggan bicara, entah ada sesuatu yang dipikirkannya. Ada jedah beberapa detik kami terdiam, agak bingung juga aku jadinya.

“Ada apa sih?” Tanyaku lagi dengan hati-hati.

“Kau tahu tante Dora kan?” Tanya Winda yang segera kujawab dengan anggukkan. Jelaslah aku mengenal tante Dora, ia adalah sepupu mamaku.

“Dia lagi urus perceraian loh. Oom Dave berselingkuh dengan teman bisnisnya.” Sambung Winda.

“Hah? Oom Dave itu kan taat sekali beribadah.” Aku benar-benar terkejut.

Nggak menjamin! Dunia ini sudah gila memang. Kau tahu suaminya Sofi kabur dengan pembantunya?” Tanyanya lagi. Kali ini kembali aku terkejut… Kemana saja aku selama ini? Mengapa tiba-tiba kudengar kabar-kabar sedih ini bertubi-tubi.

“Dan, Ricky…?” Tanya Winda lagi.

“Hah?? Nggak mungkin, Win… Ricky? Tunanganmu?” Segera aku balas bertanya dan jantungku berdegup keras. Winda mengangguk-angguk penuh kegetiran.

“Ternyata kami tidak selamat sampai ke pelaminan, Sya.” Lanjut Winda.

“Oh, Winda, aku tidak tahu. Aku… benar-benar sedih mendengarnya.” Kataku seraya memandangi Winda yang terlihat mulai menangis.

“Yah! Banyak sekali memang laki-laki jahat, Win. Kau belum beruntung mendapatkan seorang pria yang baik. Sabar, Win, kau pasti akan mendapatkan pasangan yang jauh lebih baik dari Ricky.” Kataku berusaha menghibur Winda.

“Tidak! Tidak! Itu tidak benar… Bukan laki-laki yang brengsek. Tapi dari semua banyaknya perselingkuhan yang terjadi di sekelilingku, aku belajar bahwa penyebab perselingkuhan justru adalah perempuan, Sya.” Ujar Winda. Aku sendiri tidak mengerti apa maksud Winda. Mengapa sekarang dia menyalahkan kaumnya sendiri? Aku dan Winda adalah perempuan, dan sudah banyak perempuan yang menjadi korban perselingkuhan, termasuk Winda.

“Jika seorang perempuan setuju untuk berselingkuh, maka perselingkuhan itu mudah terjadi. Namun, jika seorang perempuan menolak untuk berselingkuh, maka tidak akan pernah terjadi perselingkuhan… Oom Dave berselingkuh dengan teman bisnisnya, pastilah karena perempuan itu berkata ‘ya’, walaupun dia tahu benar bahwa oom Dave sudah beristri. Seandainya perempuan itu berkata ‘tidak’, pastilah oom Dave sekarang masih bersama tante Dora. Juga suaminya Sofi, jika pembantunya berkata ‘tidak’ terhadap rayuan suami Sofi, pastilah tidak akan ada perselingkuhan. Tidak jelas juga, apakah suami Sofi yang merayu atau pembantunya yang menggoda, yang jelas perempuan itu setuju untuk selingkuh sementara ia tahu persis bahwa majikannya itu sudah beristri.” Jelas Winda. Kini pikiranku menjadi agak bingung, terjebak di antara perasaan ingin menghibur sepupuku itu dan mencoba berpikir jernih benar-tidaknya bahwa perempuan bertanggung-jawab akan semua bentuk perselingkuhan.

“Ricky? Kau tahu… Dia berselingkuh dengan Donna, si wedding organizer kami. Yah! Siapa sih yang tidak ingin menjadi pendamping Ricky? Ganteng, banyak duit.”

“Tapi lemah imannya!” Potongku kesal.

“Laki-laki mana yang tidak tergoda kalau setiap hari ditempeli terus seperti gaya Donna?” Tanya Winda.

“Ricky bisa berkata ‘tidak’. Dasar bodoh saja dia!” Sahutku.

“Untuk kasus Ricky, aku tidak akan menggunakan kata bodoh, tapi aku akan mengatakan bahwa dia akhirnya terjerat pikat Donna.” Kata Winda mencoba berfilsafat.

“Apa kau sedang mencoba menghibur diri, Win? Dengan mengatakan bahwa ‘perempuan’ yang bersalah di dalam perselingkuhan, kupikir itu karena kau masih berharap Ricky kembali padamu… Kuharap kau tidak menerima dia kembali, tak peduli apakah dia bodoh atau dia terjerat.” Nasehatku.

“Aku memang sedih dan kecewa, tapi aku jadi belajar tentang pengaruh seorang perempuan. Perempuan punya pengaruh untuk meruntuhkan ataupun menegarkan keluarganya. Jika seorang istri selingkuh, pastilah keluarganya berantakan. Namun jika seorang suami yang berselingkuh, belum tentu keluarganya hancur karena kebanyakan wanita baik akan menopang kepincangan rumah tangganya. Demikian jika seorang perempuan setuju untuk berselingkuh, pasti perselingkuhan itu terjadi, namun jika perempuan itu menolaknya, maka tidak pernah akan terjadi perselingkuhan.”

“Ah! Kalau pria yang menolak berselingkuh, pastilah tidak terjadi perselingkuhan.” Kataku

“Kalau pria yang menolak berselingkuh, sebagian besar biasanya jatuh karena usaha rayuan perempuan itu. Itu sudah sering terjadi. Jadi, kemungkinan seorang pria jatuh terjerat, sangat besar.” Jawab Winda.

“Dan jika kita sudah mengerti hal ini, sebaiknyalah kita memilih menjadi perempuan baik-baik, Sya, agar jangan banyak orang yang menderita karena perilaku seorang perempuan bengal.” Kata Winda lagi.

“Bukankah Hawa juga yang menyebabkan kita berdosa?” Tanyaku tidak terlalu bersungguh-sungguh. Aku tidak 100% setuju dengan pendapat Winda, tapi jika dipikir-pikir, yah! Memang ada benarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun