[caption id="attachment_293857" align="aligncenter" width="600" caption="Retno ketika mengajar harus menggendong putranya yang lumpuh. (foto: Rustaman Nusantara)"][/caption] Meski masih berusia muda, namun cobaan hidup yang berat sudah dialaminya. Lantas, bagaimana cara ibu guru ini melakoninya? Retno Ambarwati, begitulah nama ibu guru yang terpampang di foto atas ini. Saat ini ia adalah seorang tenaga guru pengajar honorer bagi SDN 3 Tunggak, Grobogan, Jawa Tengah. Sejak kepergian sang suami, Retno harus berjuang sendirian menghidupi sang ibunda dan seorang putra laki-lakinya yang diberi nama Fakhri Munif Assahri. Hanya berbekal uang bulanan sebesar Rp 200.000, di tambah upah mengajar les privat yang tidak terlalu besar, ibu berusia 29 tahun ini harus mencukupi kebutuhan hidup keluarga itu termasuk membiayai pengobatan sang ibunda yang kini terbaring sakit di rumahnya yang tidak terlalu besar tersebut. Ketika sang ibunda masih sehat, Retno masih dapat mengandalkan beliau --yang juga nenek dari Fakhri-- untuk menjaga dan merawat buah hatinya itu di rumah sementara ia bekerja. Namun sejak penyakit si nenek semakin parah dan hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur pada bulan lalu, akhirnya Retno pun memutuskan untuk selalu membawa Fahri ke sekolah. Tidak sampai di situ saja, bahkan ketika mengajar pun, sang anak ini tetap dibawanya ke dalam kelas dengan cara menggendong di belakang pundaknya menggunakan kain selendang. Keadaan ini terpaksa dilakukannya lantaran Fakhri bukan termasuk anak yang sehat. Ia menderita kelumpuhan akibat radang otak yang menimpa dirinya sejak berusia enam bulan. Kecilnya pendapatan sebagai tenaga honorer, membuat Retno pasrah diri dengan kesehatan putra kesayangannya itu mengingat kebutuhan hidup yang semakin mahal. Kini, sang ibu guru muda ini masih berjalan kaki sambil menggendong Fakhri menuju tempatnya mengajar itu. Awalnya, Retno merasa takut jika ditegur pihak sekolah. Namun kepala sekolah beserta guru-guru lainnya justru mendukung usahanya dalam mencari nafkah itu serta bisa memaklumi keadaan rekan kerjanya itu yang sudah bekerja selama sembilan tahun ini di sekolah yang sama. Kisah mengharukan ini akhirnya terdengar sampai ke telinga dr. Juhari Angkasa, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah. Dokter ini akhirnya turun tangan mencoba membantu proses pengobatan Fakhri tersebut melalui Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Kini setiap minggu, Fakhri mengikuti terapi kesehatan di rumah sakit untuk membantunya dapat berdiri dengan sepatu khusus. Bagi Retno, ini merupakan berkah hidup yang sangat berharga yang datang dariNya. Alhamdulilah! Ya, semoga saja kondisi kehidupan pahlawan tanpa tanda jasa ini dapat lebih baik lagi sesuai harapannya. Bisa naik pangkat menjadi guru tetap serta menyembuhkan penyakit ibunya yang kian parah itu. Ingat saja bu, Tuhan tidak pernah membiarkan umatNya mengalami cobaan hidup melewati batas kemampuannya asalkan tetap berpasrah diri, selalu berdoa memohon kepadaNya dan tetap berusaha. Aamiiin... (sumber: Nur)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H