Mohon tunggu...
Tommy Sembiring
Tommy Sembiring Mohon Tunggu... wiraswasta -

orang biasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kupu-kupu Liar

31 Januari 2012   09:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:14 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam hampir menunjukan jam setengah tiga pagi, tetapi mata ini belum juga dapat dipejamkan, padahal sudah lebih dari enam jam aku asik memperhatikan layar komputer ku, perut ku pun sudah mulai terdengar berbisik-bisik dari dalam meminta untuk di isi, akhirnya aku putuskan untuk membeli makanan keluar. Dengan sepeda janda kepunyaan mertua ku, ku coba mendayuh pedal sepeda itu meski udara agak terasa dingin embun menusuk di lapisan kulit ku.

Akhirnya dengan susah payah ku menggoes sepeda janda kepunyaan mertua, tiba juga di warkop yang berada agak jauh dari rumah ku. “mie goreng satu bang” pesan ku kepada pelayan, “ooo… ia mas, silakan duduk” dengan wajah agak sedikit mengantuk abang pelayan mencoba ramah kepada ku lalu bergegas menyiapkan pesanan ku. Tiba-tiba sebuah sedan mewah berhenti di depan warkop yang juga ingin memesan makanan, “mie goreng dua bang” pesan pria setengah baya yang mengeluarkan sedikit kepalanya dari mobil mewah itu sambil menunjukan dua jarinya.

Pandangan ku yang sebelumnya sedikit acuh tak acuh melihat orang tersebut berubah menjadi penasaran, ketika ku melihat sesosok wanita yang berada di dalam mobil tersebut. Pakaian yang sedikit agak seronok membuat bulu kudu ini agak berdiri, bukan karna wanita ini hantu atau pengaruh cuaca pada dini hari ini begitu agak dingin, dengan agak penasaran aku mencoba memberanikan diri untuk sedikit mengintip pada sela-sela kaca yang sedikit agak terbuka.

Kalo bisa di bandingkan umur perempuan itu tidak sebanding dengan umur pria yang ada bersamanya di dalam mobil, wajah pria tersebut sudah agak tua sedangkan perempunnya mungkin belum genap seperempat abad. Rambut putih telah menghiasi sebagian rambut pria tersebut menunjukan bahwa pria ini telah berumur, mungkin itu anaknya atau keponakannya, tapi kenapa pakaiannya begitu nakal?? Batin ku dalam hati.

“Bang ini pesanannya…” tegur abang tukang mie “ooo…. Ia bang,makasi ya” sembari memberikan uang aq agak berbisik pada abang tukang mie “ga sebanding ya kan bang!!” “@%&&$*&%$$#.....” abang tukang mie pun dah ku buat bingung. Aku langsung menggoes kembali sepeda janda ini sambil sekilasi melirik ke dalam mobil mengobati rasa penasaran ku. Dalam perjalanan aku sudah membayangkan apa yang telah mereka berdua lakukan di malam yang dingin ini, suatu kelakuan para pria hidung belang yang berkeliaran hanya sekedar mencari kehangatan di luar rumah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun