Pendahuluan
Sejak tahun 1996 hingga 2023, impor minyak Indonesia terus meningkat, membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga 19%. Meskipun Indonesia merupakan produsen minyak mentah, ketidakmampuan kilang domestik untuk memproses seluruh produksi minyak menyebabkan ketergantungan pada impor, terutama dari Singapura. Artikel ini mengeksplorasi alasan di balik ketergantungan ini dan mengusulkan mobil listrik sebagai solusi potensial.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan analisis data sekunder dari berbagai sumber online, termasuk laporan industri, data pemerintah, dan publikasi akademik. Data kuantitatif mengenai impor minyak dan penjualan mobil listrik di Indonesia dianalisis untuk mengidentifikasi tren dan potensi masa depan.
Hasil dan Pembahasan
Kondisi Impor BBM
Impor minyak Indonesia terus meningkat dari 9.3499 ribu ton minyak mentah dan 10.1338 ribu ton hasil minyak pada tahun 1996 menjadi 17.8355 ribu ton minyak mentah dan 27.3738 ribu ton hasil minyak pada tahun 2023. Total impor minyak tahun 2023 mencapai US$3583 miliar atau Rp 57618 triliun, membebani hampir 19% APBN.
Alasan Ketergantungan pada Impor BBM
Meskipun memiliki sumber daya minyak yang melimpah, kilang minyak Indonesia tidak mampu memproses seluruh produksi minyak domestik. Akibatnya, minyak mentah dijual ke Singapura, diolah di sana, dan diimpor kembali ke Indonesia. Kilang-kilang besar di Singapura, seperti Shell Pulau Bukom Refinery dan ExxonMobil Jurong Island Refinery, memiliki kapasitas yang jauh lebih besar dibandingkan kilang di Indonesia.
Potensi Mobil Listrik sebagai Solusi