Entah apa yang membuat dia semakin tertarik padaku. Aku sampai tak bisa memikirkannya. Bagaimana bisa orang bermuka buruk sepertiku bisa menarik perhatiannya. Padahal, jika saja dia mau mencari orang jauh lebih baik dariku adalah sangat mudah baginya. Dia sosok pria yang tampan, berpendidikan tinggi, berpenghasilan selangit, dan ohhh, dia adalah sosok pria yang menjadi idaman wanita-wanita di dunia ini.
Hatiku berdesir, jantungku seolah berhenti berdetak, nafasku berat ter-engah-engah.
“maukah kau menjadi istriku?” pintanya sambil memegang tanganku yang melepuh karena luka bakar.
“langit tak boleh runtuh, biarlah dia tetap di atas,” aku tak kuasa menahan tetesan air yang kini mulai membasahi pipiku yang melepuh.
“Kau tak boleh begitu brenda, bagiku kau begitu mempesona. Kau baik, sopan, dan begitu penyayang. Sangat jarang wanita sepertimu di dunia ini. Akan akan kesulitan mencari penggantimu jika kau menolakku. Biarkan orang mencibir keputusanku ini. Karena hanya orang yang tahu siapa dirimu yang akan melakukan hal yang mungkin dianggap bodoh oleh banyak orang seperti yang aku lakukan saat ini.” Dia terus mengulangi kata-katanya itu lagi.
“bagiku jiwa yang ada dalam ragamu lebih berharga dari fisik yang membalutmu. Jiwamu begitu mulia. Jika kau merasa tak sepadan denganku, justru aku yang merasa tak sepadan denganmu. Jiwaku tak seindah dan sebaik dirimu.” Lanjut dia lagi.
Tuhan, harus bagaimanakah diriku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H