Mohon tunggu...
Tomi Nur Diyana
Tomi Nur Diyana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa, Freelance Shopkeeper

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik sebagai Pertukaran Sosial: Sebuah Tinjauan Kritis terhadap Teori Rational Choice

19 November 2023   18:04 Diperbarui: 19 November 2023   18:20 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Hardiwinoto.com

Politik adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan sosial manusia. Politik berkaitan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang memengaruhi kepentingan bersama masyarakat. Dalam politik, terdapat berbagai aktor yang saling berinteraksi, berkompetisi, berkoalisi, atau berkonflik untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Bagaimana cara memahami perilaku politik aktor-aktor tersebut? Apa yang mendorong mereka untuk bertindak dalam situasi politik tertentu?

Salah satu teori yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah teori rational choice atau teori pilihan rasional. Teori ini berasal dari ilmu ekonomi dan kemudian diterapkan pada bidang-bidang lain seperti sosiologi, psikologi, dan ilmu politik. Teori ini mengasumsikan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang selalu bertindak untuk memaksimalkan utilitas atau kepuasan mereka. Dalam konteks politik, teori ini menganggap bahwa aktor-aktor politik memiliki preferensi yang tetap, konsisten, dan dapat diukur. Preferensi tersebut kemudian menjadi dasar bagi mereka untuk memilih alternatif tindakan yang paling menguntungkan bagi diri mereka sendiri.

Teori rational choice juga menganggap bahwa situasi politik adalah situasi pertukaran sosial, yaitu situasi di mana aktor-aktor politik saling memberi dan menerima sesuatu yang bernilai bagi mereka. Nilai tersebut bisa berupa materi, informasi, dukungan, legitimasi, atau hal-hal lain yang relevan. Dalam pertukaran sosial, aktor-aktor politik akan membandingkan antara biaya dan manfaat yang diperoleh dari setiap alternatif tindakan. Mereka akan memilih alternatif yang memberikan manfaat terbesar dengan biaya terkecil. Dengan demikian, teori rational choice menganggap bahwa perilaku politik aktor-aktor politik dapat diprediksi dan dimodelkan dengan menggunakan alat-alat analisis ekonomi seperti teori permainan, teori pilihan sosial, atau teori kolektif.

Teori rational choice memiliki beberapa kelebihan dalam menjelaskan perilaku politik. Pertama, teori ini memberikan kerangka yang sederhana, logis, dan konsisten untuk menganalisis perilaku politik. Teori ini juga dapat mengakomodasi berbagai macam situasi politik, baik yang melibatkan individu, kelompok, maupun institusi. Kedua, teori ini dapat memberikan penjelasan yang rasional dan objektif tentang perilaku politik. Teori ini tidak bergantung pada asumsi-asumsi normatif, ideologis, atau emosional yang seringkali mempengaruhi pandangan kita terhadap politik. Ketiga, teori ini dapat memberikan prediksi yang akurat dan empiris tentang perilaku politik. Teori ini dapat menguji hipotesis-hipotesis yang dihasilkan dari asumsi-asumsi rasional dengan menggunakan data dan metode yang ilmiah.

Namun, teori rational choice juga memiliki beberapa kelemahan dan kritik dalam menjelaskan perilaku politik. Pertama, teori ini terlalu menyederhanakan kompleksitas dan keragaman perilaku politik. Teori ini mengabaikan faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku politik, seperti nilai-nilai, norma-norma, budaya, tradisi, agama, emosi, atau kebiasaan. Teori ini juga mengesampingkan kemungkinan adanya perubahan, ketidakpastian, atau ketidakkonsistenan dalam preferensi dan tindakan aktor-aktor politik. Kedua, teori ini terlalu menggeneralisasi perilaku politik. Teori ini menganggap bahwa semua aktor politik memiliki karakteristik yang sama, yaitu rasional, egois, dan kalkulatif. Teori ini juga menganggap bahwa semua situasi politik memiliki struktur yang sama, yaitu pertukaran sosial. Teori ini tidak memperhatikan konteks spesifik, sejarah, atau kondisi sosial yang membedakan antara satu situasi politik dengan yang lain. Ketiga, teori ini terlalu normatif dalam menjelaskan perilaku politik. Teori ini menetapkan standar rasionalitas yang tinggi dan seragam bagi semua aktor politik. Teori ini juga mengasumsikan bahwa rasionalitas adalah satu-satunya atau paling utama motivasi bagi perilaku politik. Teori ini tidak memberikan ruang bagi nilai-nilai etis, moral, atau altruistik yang juga dapat mendorong perilaku politik.

Sumber Gambar: Deepublish store
Sumber Gambar: Deepublish store

Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori rational choice adalah teori yang memiliki kelebihan dan kelemahan dalam menjelaskan perilaku politik. Teori ini memberikan perspektif yang menarik dan bermanfaat untuk memahami politik sebagai pertukaran sosial. Namun, teori ini juga perlu dikritisi dan dikembangkan dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang juga relevan dalam perilaku politik. Teori ini juga perlu disesuaikan dengan konteks dan kondisi sosial yang berbeda-beda di berbagai tempat dan waktu. Dengan demikian, teori rational choice dapat menjadi salah satu alat analisis yang berguna, tetapi bukan satu-satunya atau paling benar, dalam mempelajari perilaku politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun