Politik adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Politik tidak hanya berkaitan dengan kekuasaan, kebijakan, dan institusi, tetapi juga dengan makna, nilai, dan simbol. Politik dapat dipahami sebagai wacana simbolik, yaitu cara-cara berkomunikasi yang menggunakan simbol-simbol untuk mengkonstruksi dan merepresentasikan realitas sosial.
Wacana simbolik politik dapat berupa bahasa, gambar, gestur, tindakan, atau objek yang memiliki makna tertentu bagi kelompok-kelompok sosial yang terlibat dalam politik. Wacana simbolik politik dapat berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi, membujuk, atau mengontrol orang lain, atau sebagai sarana untuk mengekspresikan, menegosiasikan, atau menantang identitas, ideologi, atau kepentingan.
Wacana simbolik politik tidak netral, tetapi sarat dengan kepentingan dan kekuatan. Wacana simbolik politik dapat menjadi alat hegemoni, yaitu dominasi ideologis dari kelompok dominan atas kelompok subordinat. Hegemoni dapat terjadi melalui proses konsensus, yaitu ketika kelompok subordinat menerima dan menginternalisasi ideologi kelompok dominan sebagai alamiah, universal, dan bermanfaat. Hegemoni juga dapat terjadi melalui proses koersi, yaitu ketika kelompok dominan menggunakan kekerasan, ancaman, atau sanksi untuk memaksakan ideologinya kepada kelompok subordinat.
Namun, wacana simbolik politik juga dapat menjadi alat resistensi, yaitu perlawanan terhadap hegemoni. Resistensi dapat terjadi melalui proses kontra-hegemoni, yaitu ketika kelompok subordinat menolak, mengkritik, atau mengubah ideologi kelompok dominan dengan mengembangkan ideologi alternatif yang sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya. Resistensi juga dapat terjadi melalui proses subversi, yaitu ketika kelompok subordinat menggunakan simbol-simbol politik yang ada untuk menciptakan makna baru yang bertentangan dengan makna yang dikehendaki oleh kelompok dominan.
Contoh-contoh wacana simbolik politik yang menjadi alat hegemoni atau resistensi dapat ditemukan dalam berbagai konteks dan situasi. Misalnya, dalam konteks nasional, wacana simbolik politik dapat berupa lambang negara, lagu kebangsaan, bendera, pakaian adat, atau monumen yang merepresentasikan identitas, sejarah, dan cita-cita bangsa. Wacana simbolik politik ini dapat menjadi alat hegemoni jika digunakan untuk menjustifikasi atau mempertahankan status quo, atau menjadi alat resistensi jika digunakan untuk menuntut atau mengadvokasi perubahan.
Dalam konteks global, wacana simbolik politik dapat berupa logo, slogan, warna, atau simbol yang merepresentasikan organisasi, gerakan, atau isu internasional. Wacana simbolik politik ini dapat menjadi alat hegemoni jika digunakan untuk mempromosikan atau mengimposisikan agenda, nilai, atau kepentingan global, atau menjadi alat resistensi jika digunakan untuk mengkritik atau menolak dominasi, eksploitasi, atau intervensi global.
Dalam lingkup media, wacana simbolik politik dapat berupa judul, gambar, kutipan, atau narasi yang merepresentasikan peristiwa, tokoh, atau isu politik. Wacana simbolik politik ini dapat menjadi alat hegemoni jika digunakan untuk membingkai atau memanipulasi realitas, opini, atau sikap politik, atau menjadi alat resistensi jika digunakan untuk mengungkap atau menantang distorsi, bias, atau propaganda politik.
Dalam lingkup budaya, wacana simbolik politik dapat berupa film, musik, meme, atau graffiti yang merepresentasikan pandangan, perasaan, atau harapan politik. Wacana simbolik politik ini dapat menjadi alat hegemoni jika digunakan untuk menghibur atau mengalihkan perhatian dari masalah, konflik, atau ketidakadilan politik, atau menjadi alat resistensi jika digunakan untuk menyindir, menghina, atau menggugat otoritas, korupsi, atau kezaliman politik.
Studi Kasus Menjelang Pilpres 2024