Mohon tunggu...
Tomi afriandi
Tomi afriandi Mohon Tunggu... -

baik hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sedikit Tentang Konsep Rahmatan Lil Alamin

27 Maret 2015   16:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:55 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini kian ramai dibincangkan radikalisme agama, yang  tak sejalan dengan  konsep Islam sebagai agama rahmatan lil alamin (#RLA).

Mari kita simak kembali salah satu pesan Jalaludin Rumi, bagaimana menegakkan ajaran agama Islam. Rumi berpesan agar kita dapat menegakkan ajaran Islam seperti menyuarakan azan; bisa indah, bisa buruk karena memekikkan telinga. Kita dapat menampilkan Islam yang lembut dan merdu, bisa pula yang keras dan menakutkan. Patut diingat, cara kita mengamalkan ajaran Islam akan memengaruhi sikap orang lain terhadap Islam.

Dalam ruang publik dan peradaban yang semakin kompleks serta terbuka, sangat dimungkinkan terjadi benturan antarperadaban. Hal itu apabila etika interaksi dan penghargaan terhadap nilai kemanusiaan serta nilai-nilai lain yang melekat pada suatu kelompok diabaikan.

ISIS yang  sudah jadi game changer geopolitik global dan Je Suis Charlie sebagai respon atas teror terhadap Charlie Hebdo beberapa waktu lalu adalah contohnya. Hal itu tak lain adalah contoh nyata adanya benturan ekstremitas peradaban karena lemahnya etika interaksi dan penghargaan terhadap nilai kemanusiaan.

Konsep rahmatan lil alamin #RLA (QS 21: 107) yang mengedepankan kerahmatan bagi semua bukanlah konsep lokalistik-utopis. #RLA adalah konsep universal yang sudah terbukti dan teruji melalui Piagam Madinah sebagai bentuk operasionalnya. Saat Piagam Madinah dideklarasikan pada abad ke-7, umat Islam hanya 15%dari populasi penduduk Madinah yang mayoritas Yahudi dan Nasrani. Oleh karena hak dasar dan nilai kemanusiaan universal dijunjung tinggi,serta lintas ikatan primordialisme, pihak mayoritas pun setuju dan menerima piagam tersebut.

Konsep #RLA dilanjutkan Wali Songo saat menyebarkan Islam di tanah Jawa pada abad ke-14-an atau 7 abad setelah zaman Rasulullah. Sunan Ampel, Sunan Kalijogo, dan Sunan Kudus pernah membahas model komunikasi keagamaan saat itu. Mereka membahas komunikasi keagamaan yang tetap menghormati tradisi, adat istiadat, dan budaya saat itu. Dialog itu menggambarkan Wali Songo menghargai serta menjaga tradisi sepanjang tidak bertentangan secara esensial dengan prinsip tauhid.

Kini saatnya setelah 7 abad era Wali Songo, kita mereaktualisasi dan memobilisasi pemahaman kolektif tentang pentingnya konsep. Pengejawantahannya mengedepankan pendekatan kultural. Dengan  demikian, pembudayaan jadi pilihan dalam prosesnya. Tentu, pengejawantahannya juga harus memahami serta mempertimbangkan karakteristik masyarakat digital saat ini.

Semoga bermanfaat.

Oleh: Mohammad Nuh, Dosen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis Buku Menyemai Kreator Peradaban

Sumber: https://www.selasar.com/budaya/sedikit-tentang-konsep-rahmatan-lil-alamin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun