Sungai yang berarus deras itu semakin dingin. Batu-batu sungai pun semakin pongah melawan arus yang semakin deras diiringi hujan yang sedari tadi begitu awet menemani perjalanan dalam perburuan yang unik ini. Namun tim KPH (Kelompok Pemerhati Herpetologi) Salvator tetap bergerak menyusuri bebatuan sungai yang membelah jejeran Bukit Barisan yang berdiri gagah melingkupi the green campus ( Universitas Andalas) Padang,Sumatera barat. Selang beberapa menit seorang anggota tim berteriak pertanda dia menemukan sesuatu.Ular itu meliuk-liuk, di sela bebatuan licin di sungai yang tidak terlalu deras , dinginnya air tidak mengalahkan semangat dan “nafsu” tim memburu sang reptil air.
“Sangat susah mendapatkan ularini, karenaberada di bawah permukaan air” seru Hadi kurniawan yang merupakan ketua dari tim Salvator yang sangat dikenal dikalangan mahasiswa Universitas Andalas sebagai sebuah kelompok pecinta Reptil dan Amphibi,Jumat(10/02/2012). Ular yang lebih dikenal dengan ular air ini, memiliki karakter kepala yang berbentuk pipih dengan warna tubuh hitam. Pupil mata yang bulat berwarna hitam dan relatif besar . “Berbeda dengan jenis ular
air tawar lain, jenis ini mempunyai sisik yang kasar dan hidup murni di air tawar, khususnya di dasar sungai dan seluruh siklus hidupnya berlangsung murni di air” ujar Reza(25) yang merupakan seorang pendiri Salvator yang sekarang sedang melanjutkan studi reptil di pascasarjana Univeristas Andalas.
Dengan tubuhhanya sebesar jari telunjuk orang dewasa dan panjang sekitar setengah meter , sisik hitam bersinar diterpa cahaya headlamp, menambah kesan unik ular yangsejak tahun 1850 tidak pernah ditemukan lagi.“Ular ini sangat langka” ungkap Dr. Gernot Vogelseorang ahli reptil dari Jerman, Kamis (23/02/2012)
. Ahli Reptil jebolan Universitas Ruprecht Karl Heidelberg ini, telah melakukan pemeriksaa
an yang detail pada awetan ular yag dikenal dengan istilah ular air di museum Reptil Leiden, Belanda. Berdasarkan pemeriksaaan tersebut, dijelaskan bahwa ular itu pertama ditemukan di daerah Kayu Tanam, Pariaman, Sumatera Barat dan tidak ada publikasi lagi selama puluhandekade terakhir.
Di tahun 2009, ular ini pernah ditemukan oleh Tim KPH Salvator bersama Dr. Vogel di daerah Tambangan, Padang Panjang, 72 km dari kota Padang. Namun ular tersebut tidak bisa bertahan hidup dan matikemudian diawetkan. Saat ini di Indonesia , awetan ular ini hanya ada di sekretariat KPH SALVATOR FMIPA Universitas Andalas dan museum Zoologi Bogor.
Diperkirakan masih banyak jenis-jenis ular lainnya di wilayah Sumatera yang sebelumnya dianggal “hilang” setelah tidak pernah ditemukan dan tidak dipublikasikan lagi. Pencemaran air terutama sungai merupakan ancaman bagi spesies ini. Diperlukan perhatian semua pihak untuk menjaganya, kalau kita tidak mau spesies-spesies tersebut benar-benar menghilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H