Baru-baru ini seorang Ibu menghubungi melalui telepon. Ia menceritakan pengalamannya yang mengelisahkan. Suaminya mudah tersulut emosinya, bahkan oleh hal-hal kecil, seperti pakaiannya tidak rapi disetrika, masakannya kurang lezat dan berbagai masalah remeh lainnya. Sejak pacaran suaminya sudah sering marah secara tidak terkendali, namun ia berpikir setelah menikah akan berubah. Tapi setelah berumah tangga selama 4 tahun, perilaku suaminya semakin menjadi. Bahkan tidak jarang ia melakukan kekerasan fisik. Mulai menampar, mendorong tubuh istrinya. Sekali lagi, itu semua terjadi hanya karena masalah yang sepele.
“Mengapa itu bisa terjadi ya pak?”, tanya dengan nada suara bergetar.
Barangkali apa yang ibu itu alami menjadi pengalaman bagi banyak wanita. Hidup dengan seorang pria yang mereka cintai, yang mereka yakini akan melindungi mereka. Namun yang terjadi sebaliknya. Suaminya bahkan adalah orang yang sering menyakiti tubuh dan perasaannya.
Tentu mungkin Anda bertanya, seperti halnya si Ibu yang mengalami KDRT oleh suaminya, mengapa itu terjadi?
Sebenarnya untuk menjelaskan penyebabnya tentu akan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dan setiap case memiliki penjelasan yang berbeda sesuai konteks kehidupan si pelaku KDRT. Tapi secara umum saya dapat mengatakan jika tindakan-tindakan destruktif itu terjadi karena adanya ketimpangan di dalam jiwa, yakni tidakselarasnya rasa dan pikiran. Dampaknya emosi menjadi tidak terkontrol dan pikiran tidak terarah.
Lalu mengapa ketimpangan ini bisa terjadi? Semuanya dampak dari program-program yang tersimpan dalam alam bawah si pelaku yang sudah ditanam jauh sebelum kejadian KDRT itu terjadi. Seorang yang melakukan kekerasan bisa saja adalah orang yang mengalami hal yang sama di masa lalu. Sehingga ia menyimpulkan dalam bawah sadarnya, seseorang menegaskan kekuasaanya atas orang lain dengan kekerasan.
Atau mungkin si pelaku mendapatkan pelajar dari hubungan ayah dan Ibunya bahwa seorang istri tidak boleh membantah suaminya, wajib melayani suaminya dengan sempurna. Berarti, si pria harus menikmati makanan yang lezat, pakaiannya harus tersaji rapi. Si istri harus sigap membuka pagar ketika mobil suaminya sudah menjerit-jering dengan suara kleksonnya. Jika seorang istri gagal menyediakannya maka sang suami boleh membentak bahkan memberikan hukuman fisik sebagai imbalan. Hal tersebut tertanam dalam pikiran bawah sadarnya ketika ia melihat bagaimana ayahnya memperlakukan Ibunya dengan sangat tidak hormat setiap hari.
Namun apa yang tertanam dalam pikiran suami pelaku KDRT tidak selalu bersumber dari pengalaman dari keluarganya, tapi juga berasal dari pergaulan, maupun informasi yang ia terima setiap hari lalu meresap ke dalam pikiran dan rasa kita.
Ketika sang istri bertanya pada saya bagaimana menghilangkan kebiasaan buruk suaminya itu? Saya katakan tidak cukup dengan nasehat, pesan, petuah dsb. Karena jika suaminya ditanya, apakah KDRT itu dibenarkan, saya jamin ia akan mengeleng kepala tanda tidak setuju. Tentu sang suami perlu mengalami penyembuhan hingga ke alam bawah sadarnya. Seluruh program-program negatif dalam dirinya harus dihapus, dan ketimpangan jiwanya harus diatasi secara tuntas. Salah satunya adalah dengan metoda SoUL sebagaimana yang sering sayaajarkan kepada banyak orang dengan masalah trauma masa lalu.
Jadi ada banyak masalah yang terjadi dalam rumah tangga, pekerjaan yang bersumber dari program-program masa lalu kita. Bukan karena sesuatu yang sifatnya tetap dan terbawa dalam diri kita secara genetis. Hanya, banyak orang yang larut dalam berbagai ketakutan, mudah marah secara tidakterkendali tidak menyadari sumber masalahnya dan membiarkan hal tersebut terekspresi secara terus menerus membentuk karakternya.
www.senijiwa.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H