Mohon tunggu...
Agustinus Sipayung
Agustinus Sipayung Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang konsultan di bidang pertanian

Blog ini saya khususnya untuk menceritakan orang-orang yang sangat menginspirasi saya oleh karena perannya terhadap masyarakat dan kemajuan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDIP, Bambang Gunawan, Senjata Balistik dan Brand

3 Februari 2015   17:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:54 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya harus mengakui jika saya adalah salah satu fans dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai moncong putih itu telah memiliki sejarah yang panjang. Kadang menjadi partai antagonis. Namun di lain waktu menjadi partai super hero.

Ketika masa orde baru, saya teringat bagaimana paman saya pernah menjadi target ledekan. Ia adalah pendukung fanatik PDI (saat itu belum menempel kata Perjuangan) sejak masa orde baru. Suaranya yang serak sering terdengar menyampaikan ajaran Bung Karno. Ia sebelumnya adalah pendukung PNI sejati.

Pada masa itu memang demikian. Jika Anda tidak mendukung Golkar, dan menjadi simpatisan partai PDI atau PPP, maka Anda orang yang aneh. Atau lebih terdengar elegan jika Anda dikatakan nyentrik.

Tapi Paman saya tetap pendukung sejati PDI hingga akhir hayatnya tanpa pernah menjadi anggota leglislatif dari partai mocong putih itu, dan tidak pernah dikenal oleh para petinggi partai banteng tersebut

Pasca jatuhnya Pak Harto PDI-P mendadak naik daun. PDI-P dianggap sebagai partai yang berani melawan pemerintah yang otoriter. Dan mendapatkan tekanan dari pemerintah berkuasa. Lalu pada 27 Juli 1996 tahun 800 orang tersebut mulai melancarkan serangan, dengan melempari kawan-kawan yang ada di DPP dari seberang jalan. Kawan-kawan pro Mega yang tersisa di dalam lingkungan DPP sekitar 300 orang terblokadesecara fisik maupun secara komunikasi.

Di televisi saya masih ingat beberapa orang, entah dari pihak mana, penyerang atau diserang, terlihat berlari-lari sambil memegang kepalanya yang bocor dan wajahnya penuh dengan darah segar.

Tapi situasi ini membuat rakyat menjadikan PDI-P sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah orde baru. Termasuk saya tentunya. Buahnya adalah pada tahun Pemilu 1999 PDI-P sukses memenangkan pemilu pertama kali pasca reformasi. Sayangnya pada masa Itu Ibu Megawati sebagai ketua umum PDI-P gagal menjadi presiden dan hanya menjadi pendamping Gus Dur yang terpilih sebagai presiden, oleh karena manuver dari poros tengah.

Namun sayangnya, poros tengah berganti haluan. Gus Dur pun dipaksa untuk mengundurkan diri pada tahun 2001. Maka Ibu Megawati menggantikan beliau menjadi presiden.

Ini adalah hasil yang sempurna. Sepertinya begitu. Namun IbuMegawati hanya mampu bertahan selama 1 periode. Pada pemilihan selanjutnya Ibu kalah populer dari Bapak SBY yang berhasil menjadi presiden Indonesia mengantikannya.

Namun setelah itu berbagai masalah mulai mendera Partai Moncong Putih itu. Diawali kebijakan BLBI yang disinyalir menjadi ajang korupsi. Belum lagi penjualan aset-aset negara. Tentu kebijakan itu berlangsung pada masa Presiden Megawati, maka citra buruk itu ditorehkan ke partainya sebagai pendukung pemerintah.

Lalu berlanjut ke kasuscek pelawat yang melibatkan sejumlah kader-kader senior PDI-P.Tentu saja pada saat itu terjadi citra partai ini dimata publik turuk merosot. Beberapa sahabat saya sempat berkomentar “wajarlah, wong itu partai preman, nggak orang pintar di sana. Tahunya hanya nguras saja”.

Saya tidak sepenuhnya sepakat terhadap komentar pedas itu. Tapi saya harus akui bahwa citra PDI-P tergerus.

Lalu beberapa kadernya juga tersangkut kasus korupsi yang akhirnya menyamakan PDI-P tidak berbeda dengan partai-partai yang lain. “Ini adalah partai pragmatis”, komentar seorang pengamat.

Sehingga pada pemilu selanjutnya PDI-P gagal menjadi yang tertinggi menarik suara. Bahkan kalah dengan Golkar dan Demokrat pada pemilihan selanjutnya.

Beruntung PDI-P cukup berani menempatkan posisi sebagai partai oposisi. Mereka secara konsisten mengkritik berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Terutama menyangkut kenaikan harga BBM bersubsidi. PDI-P selalu berada dalam posisi menolak. Dan ini adalah kebijakan yang cukup seksi dan populis. Sehingga PDI-P citranya mulai membaik.

Lalu hal yang menarik, beberapa pemimpin daerah yang diusung PDI-P cukup menyenangkan hati rakyat. Tidak lagi asal sembarangan mendukung . Maka berkat support partai merah ini pemimpin daerah seperti Bapak Jokowi, Ibu Risma, Bapak Teras Narang muncul ke permukaan. Termasuk juga Bapak H Ganjar Pranowo.

Khusus untuk Bapak Jokowi tentu saja fenomenal. Berawal dari menjadi walikota Solo, Pak Jokowi sukses menarik perhatian masyarakat dan juga “media massa. Ia muncul sebagai media darling yangmenjadikan popularitasnya melonjak bak artis dalam waktu sekejab. Sehingga PDI-Pdengan berani membawanya ke medan pertarungan yang lebih berat sebagai calon gubernur DKI bersama Bapak Ahok. Dan, Bapak Jokowi secara mengejutkan mampu mengalahkan Bapak Fauzi Bowo yang merupakan incumbent yang seharusnya paling mungkin menang dari kadidat lainnya.

Ternyata belum genap satu periode jabatannya, PDI-P melakukan manuver dengan melanggar kesepakatannya dengan Gerindra lalu mengusung Jokowi menjadi presiden. Hasilnya Bapak Jokowi terpilih menjadi presiden bersama Bapak Jusuf Kalla.

Branding

Menurut saya sukses PDI-P tidak lepas dari kemampuannya membangun citra yang positif di mata masyarakat. Awalnya partai ini dicitrakan sebagai representatif dari orang-orang yang tertindas pada masa ordebaru.Namun kemudian tercoreng dengan keterlibatan sejumlah kadernya pada kasus korupsi, dan dianggap turut mendukung kebijakan pemerintah yang syarat dengan korupsi.

Brand mencerminkan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh pihak lain terhadap sesuatu. Apakah itu produk, personal, perusahaan, atau partai. Semakin kuat brand sebuah institusi atau produk maka semakin kuat melekat dalam ingatan banyak orang dan semakin mungkin orang lain bersikap dan bertindak sesuai apa yang diinginkan seseorang, perusahaan atau institusi.

Ternyata merubah citra buruk ini tidak mudah. Perlu hampir 1 dekade PDI-P meyakinkan masyarakat bahwa mereka berubah. Sebuah penderitaan yang harus dijalani karena memposisikan diri sebagai opsisi, dan berada di luar pemerintahan yang diidentikan dengan “kursi basah”. Lalu bersedia mencalonkan tokoh-tokoh populis yang tidak punya uang, dan meraih sukses besar.

Hal yang sama terjadi pada perusahaan yang terbukti aktivitasnya merusak lingkungan, atau produknya membayakan konsumen. Perlu waktu yang cukup lama untuk membangun kembali kepercayaan dari masyarakat.

Maka kemenangan Jokowi dan PDI-P pada pemilu 2014 yang lalu adalah cerminan bagaimana PDI-P telah memiliki brand yang kuat dan kokoh, dan dengan citra yang kuat sebagai partai yang “kosisten” “partai wong rakyat””Partai pencetak pemimpin masa depan”.

Namun...

Hanya saja baru-baru ini terjadi sebuah goncangan saat pemilihan Kapolri, Bapak Bambang Gunawan. Jokowi menghadapi dilema ketika KPK menetapkannya sebagai tersangka. Bebarapa media mengabarkan bahwa nama tersebut memiliki kedekatan dengan Ibu Megawati. Beberapa kader PDI-P mengatakan bahwa sang Jenderal adalah orang dekat. Namun di sisi lain Jokowi telah menyampaikan komitmennya untuk melibatkan orang-orang yang bersih dalamkabinetnya.

Saat Jokowi memilih tidak segera mengangkat Budi Gunawan, seketika kader PDI-P melakukan berbagai manuver untuk menyerang KPK yang notabene adalah bagian dari pemerintahan KPK. Wakil ketua KPK menjadi tersangka. Menyusul Abrahan Samad dilaporkan. Termasuk beberapa ketua KPK.

Lalu beberapa kader PDI-P menyuarakan kritik yang keras terhadap Jokowi. Nah, lho. Dan pada akhirnya publik menilai bahwa PDI-P begitu bernafsu untuk menaikkan Bapak BG, disinyalir dengan hanya satu kandidat yang diusulkan ke DPR.

Tentu saya tidak ingin membahas apakah Bapak BG tepat diangkat menjadi Kapolri, namun dari sisi brand PDI-P sesaat setelah pemilu tengah memasuk golden era. Namunentah saat ini secara sengaja melibatkan diri pada pusaran yang menciptakan spekulasi masyarakat dan image jika PDI-P menggunakan seluruh amunisinya demi seorang Bapak BG.

Seorang yang memahami pentingnya brand tidak akan mengeluarkan senjata balistik jarak jauh hanya untuk mematikan seekor semut. Sebuah perusahaan adakalanya bersedia memberikan ganti rugi terhadap seorang konsumen yang membuat keributan di media massa daripada berdebat apakah itu benar atau salah. Dalam banyak kasus tentang perusahaan yang menghajar secara bertubi-tubi terhadap seseorang atau perusahaan kecil cenderung akan menciptakan adanya konflik gajah vs jangkrik. Goliat vs Daud, dan masyarakat akan melihat gajah sebagai orang yang tidak fair dan memberikan dukungan kepada Daud.

Adakalanya diam, menarik diri adalah cara terbaik menghadapi sebuah pusaran yang hebat, Layaknya sebuah pesawat yang harus melewati awan CB.

Hanya hal itu mungkin dipahami oleh mereka yang mengerti pentingnya kekuatan brand. Brand yang positif akan mempertahankan sebuah organisasi ratusan tahun. Sementara orang yang memanfaatkan brandnya untuk keuntungan sesaat akan menyaksikan kehancuran. Kadang brang yang begitu kuat bisa membuat seseorang yang memilikinya besar kepala atau memanfaatkannya secara serampangan.

Tentunya sebagai fans dari PDI-P saya berharap para elit partai bisa memahami bagaimana kekuatan brand mereka saat ini dan apa konsekuensi atas tindakan mereka yang dilakukan secara sembarangan.

Hendra Sipayung (penulis, Jakarta)

www.konsultasimenulisbuku.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun