Sebagai seorang penikmat yang bukan pakar, bukan pula seorang penulis besar yang telah menulis puluhan buku best seller yang telah diterjemahkan kedalam jutaan bahasa asing, rasanya tak salah bila saya mencoba sharing-kan ilmu yang saya dapatkan soal dunia tulis menulis yang berseluk-beluk ini. Saya lupa dari mana dan siapa yang bilang, tapi saya pernah baca kalimat seperti ini: menulis itu sebenarnya persoalan berpikir, kalau kita bisa berpikir dengan baik dan benar maka kita pun dapat menulis dengan baik dan benar.
Dalam batasan tertentu, kalimat tersebut tentu ada benarnya. Itu kenapa seluruh penulis di seluruh penjuru dunia mengatakan, jika ingin bisa menulis banyak-banyaklah membaca.Â
Bahkan penulis sekelas Eka Kurniawan yang telah menelurkan buku buku laris seperti Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau, Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas, dll, ketika ditanya bagaimana tips menulis novel yang baik dan bagaimana cara untuk menjadi penulis hebat, Eka hanya menjawab dengan dua kata: banyak membaca!
Kenapa membaca? Tidak ngejelimet, tentu alasanya sederhana: bukankah dengan semakin banyak membaca kita dapat memiliki wawasan yang lebih luas yang ujungnya mampu menambah daya nalar, jangkauan intelektual serta memperkaya sudut pandang kita dalam memandang suatu objek hingga peristiwa.Â
Dalam proses pembelajaran (membaca) yang membuat kita semakin bisa berpikir dengan baik, benar dan lugas ini lambat laun kita pun akan dituntun pada topik topik yang kita sukai secara tidak langsung. Kenapa kita menyukai sebuah topik tentu ada alasannya, bisa karena latar belakang pendidikan kita atau karena memang di situlah passion kita berada.
Contohnya saja tulisan tulisan saya di Kompasiana. Saya secara pribadi tahu kalau topik seputar politik akan mendapat pembaca dengan jumlah yang banyak, apa lagi kalau judulnya dibikin provokatif.Â
Saya sudah membuktikanya sendiri, beberapa tulisan saya seputar politik, bahkan yang tak mendapatkan label apapun jumlah pembacanya bisa jauh lebih banyak dibandingkan dengan tulisan saya yang membahas soal remeh-temeh, seperti soal musik, film, cerpen bahkan tulisan yang sekadar intermezzo lainya yang diberi label ini itu.Â
Tentu semua orang senang kalau tulisanya dibaca banyak orang, tapi membuat tulisan yang sekadar banyak jumlah pembacanya tak terlalu menarik perhatian saya... Kalau hal itu harus membuat saya menulis hal yang terasa tidak personal bagi saya.
Hanya saja dalam hal ini jangan sampai karena ingin terlihat update kita malah sibuk menulis berdasarkan peristiwa yang sedang heboh saja. Jangan pula karena takut tulisan kita tidak dibaca banyak orang kita jadi memaksakan diri untuk menulis persoalan politik padahal topik tentang dunia kuliner adalah topik yang sangat kita gemari.Â
Tidak ada salahnya menjadi penulis yang bisa menulis persoalan apapun selama kita tidak merasa terpaksa atau terbeban melakukanya. Tapi jika merasa terbeban karena keterbatasan kita mengenai politik namun tetap memaksakan diri untuk menulis persoalan politik, jatuh jatuhnya kita bisa setres dan tulisan kita menjadi kering dan kita tidak akan bangga pada tulisan kita tersebut.