Setiap pemimpin pasti ingin melakukan yang terbaik, atau katakanlah pasti ingin hasil kerjanya itu terlihat (eh lu siapa berani-beraninya nulis yang beginiannn). Saya sih bukan siapa-siapa, mimpin hati sendiri saja masih belum becus, masih sering galau. Tapi sebagai rakyat jelata baik di dalam negara atau di perusahaan, saya punya beberapa pandangan nih.
Tulisan ini juga nggak bisa digeneralisasi ya. Nah di dalam sebuah lembaga, perusahaan bahkan negara pasti yang namanya berganti pimpinan itu sudah biasa. Bisa berganti karena memang sudah waktunya, Si Pemimpin lama pindah, keluar, atau memang dipecat karena dianggap tidak mampu lagi melanjutkan kepemimpinan. Munculah seorang pemimpin baru dihadapan kita, yang masih fresh, baru kenal dan siap untuk membuat gebrakan, sekaligus menggebrak meja karyawan yang tidur di jam pulang. Woi bangunn.
Mungkin memang sudah naluri seorang pemimpin untuk melakukan gebrakan, dengan maksud memperbaiki berbagai aspek yang masih terlihat buruk.Tak ada salahnya sih membuat gebrakan yang revolusioner hingga mengubah total budaya dan cara kerja. Kita contohkan, di sebuah perusahaan. Misalnya Yahoo, sebuah perusahaan yang bisa dikatakan salah satu raja dalam bisnis di ranah internet. Saat Marissa Mayer naik menjadi CEO Yahoo pada 16 Juli 2012, keadaan perusahaan tersebut memang tidak dalam kondisi yang mapan. Perlahan-lahan Yahoo mulai kehilangan orientasi bisnisnya baik di ranah mesin pencari, media, dan berbagai aspek lainnya.
Yahoo kehilangan identitasnya. Dalam konteks perusahaan yang memang sedang tertinggal seperti inilah dapat dikatakan gebrakan seorang pemimpin amat dibutuhkan. Gebrakan yang muncul baik lewat visi misinya, strategi bisnis, hingga program yang akan dimunculkannya. Dalam situasi perusahaan yang buruk, memang dibutuhkan cambuk dan tangan besi dari seorang pemimpin dalam waktu cepat untuk melakukan terobosan yang menggebrak agar setiap orang melek, terpacu, dan kembali fight untuk meningkatkan kinerjanya. Agar perusahaan survive.
Tentu ini hanya contoh saja, bahwa yang namanya gebrakan revolusioner memang ada kalanya sangat dibutuhkan. Lalu bagaimana jika sebuah perusahaan yang kondisinya masih terbilang baik, tetapi terjadi pergantian kepemimpinan. Haruskah seorang pemimpin melakukan gebrakan yang revolusioner atau katakanlah mengutak-atik ini itu demi menunjukkan bahwa dia telah membawa sebuah perubahan?
Jangan Langsung Mengkritik Ini Itu
Mentang-mentang manajer baru, di hari pertama langsung mengadakan rapat dadakan. Lalu meminta setiap orang menceritakan pekerjaannya, belum selesai tiap-tiap orang bicara sudah dipotong dan dinasihati agar seharusnya begini dan begitu. Sebenarnya hal beginian sering terjadi karena pemimpin biasanya ada yang merasa paling pinter. Merasa paling punya standar tinggi dan berusaha membuat ketat pola kerja karyawan yang sudah terbangun dengan baik sedari dulu.
Tidak salah sih, tapi jangan langsung tancap gas. Ingat loh ini dalam konteks perusahaan yang memang sedang dalam kondisi baik. Orang pintar itu justru membuat segala sesuatu menjadi lebih sederhana. Nah jangan karena ingin terlihat menggebrak, sesuatu yang sebenarnya simpel dibuat berbelit-belit. Atau diutak-atik padahal tujuannya sama saja.
Lebih baik pahami saja dulu pola kerja yang sudah terbangun sampai benar-benar mengerti. Kalau sudah mahfum barulah beri sentuhan yang membuat pola kerja lebih baik agar ide yang diberikan tidak terkesan konyol. Dalam perusahaan yang iklim kerjanya sudah baik, biasanya tiap pekerja sudah tahu apa yang harus dilakukannya. Sebab dalam iklim perusahaan yang baik, tiap-tiap pekerja biasanya juga terdidik dengan baik, jujur dan bertanggung jawab. Oleh karena itu jangan sampai membuat gebrakan yang malah bikin rekan kerja kita nanti tidak betah dan akhirnya resign. Niatnya bikin gebrakan ternyata kenyataannya malah bikin suasana tidak nyaman. Yang baik dari warisan pemimpin terdahulu sebaiknya dipertahankan dan yang kurang ditingkatkan. Beberapa hal memang tak perlu diubah dan hanya perlu di -maintenence saja.
Gebrakan yang Melahirkan Sistem yang Prematur
Kesalahan pemimpin kebanyakan adalah memaksakan diri terhadap program murni dengan harapan diketahui orang banyak. Seolah-olah kesuksesan sosok pemimpin itu harus lewat program murni yang dicetuskan dari kepalanya dan di era kepemimpinannya. Padahal menciptakan program pribadi dengan membedakan nama atau sedikit cara kerjanya, dan bukannya menyempurnakan program serupa yang lahir dari pemimpin terdahulu hanya akan membuat program kerja dan sistem yang tumpang tindih saja. Mubazir dan buang-buang energi.
Nah di sinilah definisi mengenai gebrakan bisa diperhalus sedikit. Gebrakan bukan berarti menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Gebrakan juga bisa bersifat inovatif dan evolutif, tidak mesti bikin geger dan grasak -grusuk. Inovatif yang menginovasi, yang pada intinya menyempurnakan suatu pola kerja atau program yang sudah baik dan berjalan di sebuah perusahaan. Sebab jika ingin merubah ini itu tentu harus dihitung juga cost-nya baik secara rupiah ataupun sumber daya manusia.
Hal lain yang akan terjadi jika membuat sebuah program atau pola kerja yang baru tanpa memperhatikan pola-pola yang terdahulu adalah, sebuah perusahaan bahkan Negara akan selalu dijalankan dengan sistem dan pola kerja yang prematur. Lihat saja kurikulum pendidikan kita, ganti menteri ganti kurikulum, guru pusing murid bingung, pendidikan tidak maju-maju. Kebiasaan gonta-ganti begini hanya akan membuat sebuah perusahaan hingga negara berjalan dalam langkah awal yang diulang-ulang. Itu sebab sebuah sistem, program dan pola kerja harus selalu disempurnakan.