Selamat hari ketiga dalam menjalani tahun yang baru seluruh rekan Kompasiana.Semoga kita semua tidak sedang terjebak sebuah rutinitas yang membosankan (itu itu saja).Kalau pun kita terjebak dengan hal yang demikian karena tuntutan pekerjaan, kewajiban, dan profesionalitas maka pintar pintar menyiasati aktivitas bisa jadi satu solusi, langkah awal hingga pertolongan pertama yang dapat kita lakukan untuk mengusir perasaan jenuh tersebut.
Salah satu caranya adalah seperti yang saya lakukan hari ini, yaitu menulis.Tentu suatu yang wajar bila perasaan bosan, jenuh dan malas itu menyerang, itu manusiawi.Seperti biasa tulisan ini hanya sekedar intermezzo, sekedar celotehan pribadi saya saja dalam mengisi waktu luang, dan alangkah senangnya kalau bermanfaat untuk setiap orang yang membacanya.
Tentu ( dalam batasan tertentu) kita tak boleh pasif dan menyalahkan orang lain atas perasaan yang kita alami, seperti yang di katakan Nick Vujicic, seorang pemuda yang hidup tanpa kaki dan tungkai, yang kini malah hidup untuk memotivasi serta menginspirasi orang orang di berbagai pelosok dunia, Kita harus bertanggung jawab atas kebahagiaan kita sendiri! Katanya dalam bukunya yang berjudul Life Without Limits.Bukan  kata saya, saya tak semotivator itu guys.
Bicara soal jenuh, malas, nggak mood dan tetek bengek lainya, ternyata hal hal seperti itu tak jarang menyerang suatu hubungan terutama bagi yang telah menjalani hubungan dengan waktu cukup lama,tapi masalahnya tak melulu soal waktu.Hal itulah yang tergambar dalam sebuah film berjudul Annie Hall yang digarap dan di bintangi oleh Woody Allen (saya juga baru dengar nih nama, jadi untuk lebih lengkap silahkan cari di Google hehe)
Saya sih tidak ingin mereview film, cuman kisah di film ini bisa jadi contoh untuk tulisan ini sahaja.Film yang katanya (dan emang iya) nerima banyak penghargaan ini bercerita soal pria bernama  Alvy Singer yang memiliki sifat paranoid berlebih dan  pacarnya yang bernama Annie Hall.Ada banyak kesan serta kesimpulan yang dapat ditarik dalam film ini, tapi inti dan kesimpulan yang paling kental dari film (kisah) ini menurut saya ada pada lelucon kuno yang di lontarkan oleh Alvy (Woody Allen) ;
Seorang pria menemui psikiater, dan berkata
"Dok, saudaraku gila, Dia menganggap dirinya ayam."
Dokter berkata,"mengapa kau tak merubahnya (menyadarkanya) ?"
Pria itu berkata,"Aku mau tapi aku butuh telur."
Tentu jika kita paham lelucon yang dilontarkan Alvy di akhir cerita saat merenungi berakhirnya hubunganya dengan Annie (orang yang masih di sayangi), adalah sebuah lelucon yang menjadi dasar pemikiran , yang bertujuan menggambarkan bagaimana perasanya ketika menjalin hubungaan saat itu  ‘tak ada logika, gila dan absurd'.Maksudnya bukankah hal yang demikian juga sering terjadi pada kita.
Terkadang kita sudah tak cinta dengan seseorang, namun karena takut kesepian dan butuh seseorang untuk sekedar mengisi hari hari (telur) kita memutuskan untuk tetap menjalin sebuah hubungan (kita tak berusaha menyadarkan saudara kita yang gila yang merasa dirinya adalah seekor ayam).Untuk lebih jelasnya kemana sih tulisan ini arahnya, kok muter muter ya.Saya pertegas dengan satu contoh lagi.