Salah satu keputusan Bill Gates yang tak menjual perangkat lunaknya saat berhadapan dengan IBM tampaknya menjadi satu langkah yang tepat. Gates bersikeras untuk melisensikan perangkat lunaknya, dan berusaha untuk membuat perangkat lunak tersebut dapat berjalan di semua jenis komputer. Saat perangkat lunaknya dipakai oleh sebuah komputer yang di pakai banyak orang. ”Dengan demikian kamilah yang menguasai pasar, bukan perangkat keras,” ujar Gates pada tahun 1975 bersama rekannya Paul Allen.
Ramalan Gates terbukti. Dia menyatakan bahwa masa depan teknologi ada pada perangkat lunak, perangkat keras hanya akan menjadi komoditi. Bertahun-tahun kemudian hal itu terbukti, dengan beratnya perjuangan IBM di pasar PC saat berhadapan dengan PC yang harganya dibanderol lebih murah. Tak peduli, silakan kalian banting harga, itu urusan DELL, Samsung, Toshiba, Lenovo dan berbagai merk lainya, urusan Gates hanyalah terus berinovasi dengan perangkat lunaknya, Windows.
Mulai sejak saat itu, apapun yang terjadi pada bisnis PC, Microsoft lah penguasa sesungguhnya. Saat ini semua makin terlihat di pasar ponsel, contohnya, bagaimana merk seperti LG,Sony, dan banyak merk lainya saling pukul memukul dengan membanting harga. Terutama ponsel asal Tiongkok, yang selalu memelopori produk murah. Contohnya Xiaomi. Untuk menekan harga, smartphone asal Tiongkok ini melakukan distribusi penjualanya secara online. Tentu ini membuat Xiaomi dapat bersaing secara harga dengan spesifikasi yang tak kalah mumpuni dibandingkan smartphone yang di jual di toko. Sudah banyak yang menjadi korban dari persaingan harga ini, hal itu bisa dilihat dari laporan keuangan produsen ponsel per kuartalnya.
Persaingan yang sengit itu, menjadikan banyak smartphone tak lebih dari sekedar komoditas belaka.Memang masih ada yang selalu menjaga eksklusivitasnya, misalnya Samsung yang menghadirkan produk-produk high-end, tapi lihatlah betapa ketar-ketirnya Samsung melihat pertumbuhan pesaingnya. Setiap saat mereka tertekan untuk selalu berinovasi kalau tidak ingin mati. Sementara Google, yang menaungi Android dan digunakan di banyak smartphone, hidup tanpa ada persaingan.
Namun menguasai pasar dalam hal perangkat lunaknya belum dirasa cukup oleh Google. Baru-baru ini mereka mencoba kembali peruntunganya di industri smartphone dengan melahirkan Pixel. Tak tanggung-tanggung, Google rela merogoh kocek yang tak sedikit untuk kampanye iklan Pixel. Promosi awal Pixel melalui media televisi telah menghabiskan dana sekitar USD 3,2 juta atau sekitar Rp 42,5 miliar. Setelah sebelumnya melahirkan smartphone Google Nexus yang tak terlalu terdengar gaungnya, melalui Pixel, Google ingin perangkatnya bisa bersaing ketat dengan dua penguasa industri smartphone saat ini, Samsung dan Apple.
Sekalipun sistem operasinya digunakan banyak ponsel, namun nyatanya Google belum bisa berbicara banyak di dunia smartphone. Sebab Google memang bukan perusahaan yang tercitrakan dengan perangkat keras, melainkan perangkat lunak dan mesin pencari. Hal ini tak berbeda jauh dengan Microsoft, sekalipun dalam dunia PC Windows digunakan pada banyak merk komputer dan laptop, tapi nyatanya dalam dunia smartphone mereka tak berkutik. Bahkan saat Microsoft melahirkan perangkat kerasnya sendiri seperti Lumia dan Surface, tetap saja hal itu tak membuat produk smartphone dari Microsoft layak disebut sukses.
Bandingkan dengan Apple, yang perangkat keras dan lunaknya begitu terigentrasi. Apple memiliki desain yang ciamik dan bahkan ditiru banyak smartphone, bahkan sampai saat ini belum ada smartphone yang desainya mengalahkan Apple. Dari sisi dalamnya mereka memiliki IOS yang tertutup, smooth, dan memiliki komunitas pengembang yang banyak. Apple membuat produk dan penggunanya menjadi eksklusif, misalnya dengan ada iTunes toko musik dan film yang hanya dapat dinikmati oleh FanBoy. Lalu bagaimana dengan Google, akankah produk smartphone mereka yang dinamai Pixel itu akan sukses?
Google sudah membuat Android menjadi sistem operasi terbuka, artinya android tak lagi memiliki eksklusivitas. Lalu apa yang membedakan Pixel dengan produk sejenis?Katakanlah Samsung. Untuk tetap tampil eksklusif Samsung sampai harus membuat layar lengkung pada smartphone S6 Edge nya.Tentu yang membuat Samsung tetap berjaya ada pada perangkat kerasnya, misalnya seperti teknologi layar, kamera, hingga pelayanan pasca jualnya yang tersebar di mana-mana. Disitulah letak kekuatan Samsung, selain sudah di kenal sebagai penghasil smartphone yang berkualitas, Samsung juga sudah mendapat kepercayaan di hati masyarakat. Selebihnya? Samsung tak dapat berbuat banyak di ranah perangkat lunak, walaupun mereka sempat melahirkan smartphone dengan sistem operasi sendiri yang dinamakan Tizen, tapi tampaknya hal itu tak terlalu membuahkan hasil.
Lalu akankah Google melalui Pixelnya akan mendesain Android yang eksklusif yang hanya ada pada perangkatnya? Tampaknya hal ini tak terjadi. Mungkin untuk menghindari tuntutan dari smartphone lain (bisa jadi itu melanggar perjanjian dll). Dalam peluncuranya, Pixel ternyata masih mengunggulkan hal-hal lain yang sering dilakukan produsen smartphone pada umumnya. Seperti prosesor, layar. dan kualitas kamera. Selebihnya Pixel menawarkan Google Asisten. Konon ini adalah smartphone pertama yang dilengkapi oleh Google Assistant. Konsep Google Assistant hanyalah dengan menekan lama tombol home, dan mengatakan kata kunci dan assisten akan muncul.
Dari demo yang dilakukan, sang aplikasi asisten bisa 'diperintah' untuk melihat kembali foto dari waktu dan tempat tertentu, serta bisa memainkan musik yang Anda minta untuk mainkan, dengan memilih musik dari aplikasi pilihan Anda secara default. Aplikasi ini terintegrasi dengan fungsi dari Google Now, yang berarti bisa digunakan untuk mencari informasi tentang berbagai tempat terdekat dari lokasi Anda, bahkan bisa digunakan untuk memesan restoran pilihan Anda hanya dengan perintah suara.