Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Kehidupan dari Sentuhan Puitis National Geograpic

5 Desember 2015   09:35 Diperbarui: 5 Desember 2015   10:27 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Saya seperti dibawa pada kehidupan kapten James Cook, penjelajah Inggris, pada musim dingin 1769.Saya sendiri tengah duduk di depan komputer, memikirkan bagaimana kira kira cara saya menuangkan apa yang saya pikirkan saat ini.Saya termasuk orang yang senang membaca majalah National Geographic, walaupun ada keinginan untuk mengoleksi majalah nya setiap bulan belum terpenuhi hingga saat ini.Terkadang saya lebih banyak membaca dari websitenya melalui ponsel saya.Satu yang pasti saya telah jatuh cinta pada tulisan tulisan yang tersaji dalam National Geographic Indonesia.Gen Pengembara, itulah judul feature National Geographic januari 2013 yang jadi salah satu tulisan favorit saya.Kapten James Cook sendiri akhirnya tewas dalam sebuah pertikaian berdarah melawan penduduk Hawai.Kematianya menurut sebagian orang, menutup apa yang dianggap oleh para ahli sejarah barat sebagai era penjelajahan, namun nyatanya hal itu tak menghentikan penjelajahan manusia.Manusia tetap terobsesi untuk memetakan seluruh bumi;mendatangi kutub-kutub terjauh,puncak-puncak tertinggi, dan palung-palung terdalam;berlayar kesetiap sudut lalu melesat keluar angkasa. (info lebih lanjut soal majalah National Geographic; http://muhaiebook.blogspot.co.id/2012/06/sejarah-berdirinya-national-geographic.html )

Puitis, tampaknya ini adalah salah satu ciri khas setiap tulisan National Geographic.Puitis dalam kamus bahasa Indonsia memiliki arti;bersifat puisi.Walaupun demikian bukan berarti bahasanya menjadi meliuk liuk dan sulit dimengerti, melainkan malah membuat setiap tulisanya menjadi tajam dengan  kata yang tepat serta enak untuk dicerna.Sejak jaman SMA, saya sendiri termasuk orang yang malas mempelajari geografi, biologi, fisika dan segala sesuatu yang berhubungan dengan sains.Namun dengan bahasa, sudut pandang, serta kata kata yang tepat entah kenapa hal hal yang berbau sains mendadak menjadi menarik.Tentu semua itu bukan lahir dari sekedar umpatan kata yang coba di puitis puitiskan, tapi memang karena kompetensi para penulisnya yang sudah berpengalaman,melakukan observasi langsung, cerdas, dan memiliki jam terbang yang tinggi.Jujur saya banyak belajar menulis dari membaca artikel yang tersaji pada National Geographic , terkadang tanpa saya sadari tulisan saya pun terpengaruh oleh tulisan tulisan yang saya baca pada artikel National Geographic.

Bagi saya pribadi membaca tulisan atau majalah National Geographic menjadi semacam alternative sebagai pengganti fiksi.Karena setiap tulisan menyajikan kisah, dan bukan sekedar hasil riset yang disusun dalam bentuk data yang memusingkan kepala.Dalam kehidupan yang terasa sangat cepat ini;informasi yang tiap detik ter update dalam media online, informasi yang berseliwiran dengan jumlah yang membeludak tak karuan , yang tak jarang membuat kepala pening untuk mengikutinya,menenggelamkan diri dalam tulisan tulisan yang di sajikan National Geographic adalah pilihan saya untuk memperlambat hidup, melupakan penat,mengasah kembali sensitivitas, dan tenggelam dalam kisah kisah yang disajikanya.Itulah the power of word.Dalam contoh yang hyperbola;Seperti tokoh Ikal, dalam buku Laskar Pelangi , yang terhanyut dalam buku berjudul ‘seandainya mereka bisa bicara’.Buku itu bercerita tentang perjuangan seorang dokter hewan muda di zaman susah tahun 30-an.Dokter muda itu bernama Herriot yang bekerja di sebuah desa antah berantah di inggris sana, desa kecil yang bernama Edensor.

Ikal tenggelam dalam buku yang dibacanya;Lereng lereng bukit yang tak teratur tampak seperti berjatuhan, puncaknya seperti berguling guling tertelan oleh angin sebelah barat, yang bentuknya seperti pita kuning dan merah tua.Begitulah Andrea Hirata menggambarkanya, hanya persoalan sepele yang di deskripsikan dengan bahasa yang kuat.Tak kalah indahnya, artikel pendek berjudul ‘Bagaimana Makanan Mempersatukan kita?’ juga menjadi salah satu artikel favorit saya.Bercerita tentang berbagi makanan yang telah menjadi bagian dari sejarah manusia.Dari gua Qesem di dekat Tel Aviv, adalah salah satu bukti mengenai perjamuan yang dipersiapkan di perapian  berumur 300.000 tahun, sebuah tempat orang orang berkumpul untuk makan bersama.Makanan bukan sekedar sarana bertahan hidup, dengan makanan kita berteman, menjalin kasih, dan memanjatkan rasa syukur.Artikel ini terbit pada Desember 2014.

‘Membantah Sains’ juga tulisan yang sangat menarik, berbicara tentang skeptisme terhadap ilmu pengetahuan, dunia yang diramaikan oleh bahaya nyata dan khayalan dimana membedakan keduanya tidaklah mudah.Apakah kekhawatiran Stephen Hawking tentang invasi Alien ke bumi adalah suatu ramalan yang ilmiah hanya karena dia seorang Ilmuwan?ataukah hanya sebuah khayalan gila dari seorang Ilmuwan?Atau apakah benar bahwa Planet Mars dan luar angkasa adalah tempat yang menjadi masa depan manusia?Haruskah kita juga khawatir seperti mereka?Kita harus lebih pandai mencari jawaban, karena jelas pertanyaan yang muncul tidak akan semakin sederhana, tutup tulisan yang terbit pada Maret 2015 ini.

Kembali ke atas, Sebelum kematianya, pada awal penyebrangan pasifik pertamanya, Kapten James Cook bertemu dengan seorang pendeta Polinesia bernama Tupaia, yang juga adalah seorang pemandu.Tupaia adalah salah seorang penduduk yang tersebar di pasifik selatan;Sekumpulan kelompok yang telah menjelajahi, menghuni dan memetakan samudera luas tanpa peralatan navigasi;Tupaia menyimpan peta itu di dalam kepalanya.Kapal dan laut telah menjadi bagian dari diri Tupaia dan kelompoknya.Lalu bagaimana kah orang orang seperti mereka bisa bertahan hidup dalam pengembaraan?Apakah semuanya ada hubunganya dengan Gen?(plasma pembawa sifat di dalam keturunan) Tentu anda akan tahu jawabanya jika telah membaca sendiri artikel nya.Klik Link dibawah http://nationalgeographic.co.id/feature/2013/01/gen-pengembara

Sekalipun membahas persoalan gen, artikel tersebut tidak ditutup dengan istilah dan kesimpulan dengan bahasa latin yang rumit.Kenapa Tupalia dan suku nya mampu bertahan hidup dan menjelajahi dunia?'Walaupun badai menggulung lautan, kita tidak perlu tinggal dirumah atau membiarkan diri kita hanyut.Karena kita bisa mengubah arah, mengibarkan layar dan beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda'.Bagi para pengembara kapal adalah sepasang kaki yang siap mengantarkan mereka melanjutkan pengembaraan mengelilingi dunia.

Sebuah bacaan berkualitas yang membuat cakrawala semakin luas.Terimkasih NG Indonesia..

Sumber gambar;

nationalgeographic.co.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun