Setiap presiden tentu memiliki kekurangan, tapi hendaknya kekurangan itu tidak menjadi benang putus, yang gagal menghubungkan setiap periode kepemimpinan yang berbeda untuk menjadikan Indonesia negara yang kuat. Setiap presiden tentu memiliki permasalahannya sendiri.
Di zaman Presiden Soeharto kebebasan menjadi masalah utama, karena negara tidak dibangun dalam sistem demokrasi melainkan otoritarianisme. Namun pembangunan infrastruktur berjalan dengan baik dan besar-besaran. Di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono demokrasi berjalan dengan baik, walaupun kebablasan karena membiarkan kelompok intoleran dan radikalisme berkembang pesat.
Di era kepemimpinan Joko Widodo permasalahan utama adalah hoax di ranah digital. Sebab kepemimpinan Jokowi dimulai saat media sosial dan internet sudah sangat maju. Namun sekalipun setiap Presiden memiliki tantangan zaman tersendiri, hendaknya rajutan pembangunan berkelanjutan itu tidak putus karena ego politik. Misalnya, di era Susilo Bambang Yudhoyono sudah ada program yang bagus. Namun karena Presiden Jokowi ingin membuat program sendiri, program di zaman Susilo Bambang Yudhoyono dihapuskan.
Sikap seperti di atas tentu tidak merajut benang pembangunan di setiap masa. Sehingga program pemerintah menjadi prematur karena selalu dimulai dari awal lagi. Inilah yang tidak kita harapkan. Dan seperti kita tahu dalam dua periode kepemimpinannya Presiden Jokowi sudah Meletakkan dasar agar Indonesia menjadi negara yang kuat. Menjadi negara yang kuat bukan karena Indonesia mau gagah-gagahan bersaing dengan negara lain.
Tapi menjadi negara yang kuat adalah syarat untuk melindungi kedaulatan bangsa Indonesia. Bukan hanya serangan dari dalam, seperti intoleransi misalnya. Tapi juga dari serangan negara lain yang sewenang-wenang di atas kedaulatan teritori Indonesia. Seperti yang beberapa kali dilakukan Cina di Natuna. Beberapa kali kapal kapal Cina memasuki wilayah Natuna padahal itu adalah sebuah pelanggaran hukum. Cina berarti tidak menghargai kedaulatan Indonesia.
Maka siapapun presiden yang terpilih kelak, harus bisa membawa Indonesia menjadi negara yang disegani negara-negara lain. Dalam hal ini saya punya prediksi Ganjar pranowo akan meneruskan kepemimpinan Jokowi lalu diteruskan lagi oleh Gibran Rakabuming yang saat ini sudah menjabat Walikota Solo. Dalam analisa saya jalan politik Gibran tidak berbeda dengan ayahnya yaitu Jokowi.
Gibran akan menjadi Walikota Solo lalu lompat menjadi gubernur dan mungkin bukan DKI Jakarta, tapi popularitasnya akan sama dengan Jokowi sehingga mempunyai peluang besar mencalonkan diri menjadi presiden termuda kelak. Maka entah Ganjar yang terpilih jadi presiden, atau Gibran, kedua orang ini harus fokus membangun setidaknya tiga hal krusial.
Pertama ekonomi. Dalam hal ini Indonesia harus menjadi negara produsen berbagai produk. Tak mesti produk tersebut ciptaan Indonesia, seperti yang dilakukan India. Apple, Samsung, dan perusahaan besar didorong untuk memproduksi perangkatnya di negara Bollywood tersebut. Maka Indonesia harus jadi negara produsen, sehingga sektor padat karya dapat berkembang pesat. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar dari produk-produk impor karena itu akan sangat merugikan.
Kedua, adalah penyebaran pengaruh melalui budaya pop ataupun budaya lama. Seperti budaya Korea yang menyebar melalui drakor dan Kpop nya, Indonesia harus mampu menyebarkan pengaruhnya melalui film, musik, dan berbagai industri kreatif lainnya. Sebab nilai industri kreatif sangatlah besar. Dari industri kreatif tercipta produk seperti baju, kaset, poster dan berbagai produk turunan industri kreatif lainnya. Maka dengan mensukseskan penyebaran budaya,pembangunan ekonomi juga akan mengikuti.
Jika kelak Ganjar dan Gibran menjadi presiden jangan lupakan juga anggaran militer. Pertama Indonesia harus meningkatkan terus belanja militernya dan kedua Indonesia harus bisa memproduksi peralatan militer sendiri. Bahkan Indonesia bisa saja menarik perusahaan senjata asal Rusia atau Amerika untuk berinvestasi dan membangun pabriknya di Indonesia.
Dengan memperkuat sisi militer tidak ada lagi kejadian di mana Kapal asing memasuki laut Indonesia karena kurangnya kapal TNI Angkatan Laut untuk berpatroli. Indonesia harus bisa menjadi negara dengan belanja militer terbesar, minimal masuk 20 besar negara dengan belanja militer terbanyak.