Beberapa hari lalu saya menulis sebuah status, isinya begini, "Saat masih sangat muda, kita mencari motivasi untuk menjalani sekaligus memperbaiki hidup. Tapi saat kita sadar kita tak semuda dulu, secara natural kita akan lebih sering memeriksa world view (cara pandang) kita. Apa yang kita lewatkan, apa yang salah, apa kita sudah memandang hidup dengan lengkap dan menyeluruh atau masih setengah-setengah".
Perenungan ini muncul begitu saja, saat saya sedikit mengingat tentang bagaimana saya berpikir saat masih begitu muda dan bagaimana sekarang saya berpikir saat tak lagi semuda dulu. Seperti ada hubungannya dengan pikiran saya itu, hari ini saya memikirkan bagaimana saya saat ini dengan saya dulu dalam merelasikannya dengan pikiran-pikiran saya.
Beberapa bulan yang lalu saya berkomunikasi dengan rekan kerja saya di tempat saya dulu bekerja. Sebagai orang lama, saya menanyakan bagaimana kelanjutan karirnya di perusahaan tersebut. Dengan nada pasrah, kawan saya itu menjawab, "Gak mikirin karir lah bray, yang penting bisa menghidupi keluarga."
Jawaban kawan saya itu kalau dilihat sekilas, seolah kawan saya itu sedang mengalami demotivasi. Tapi sesungguhnya jika dilihat dari sisi lain ada motivasi yang sangat kokoh dalam ucapannya, ada sebuah tekad yang tak bisa dicabut oleh keadaan apapun.
Hal itu memberi saya sebuah perenungan sehingga menulis status begini di Facebook saya,"Saat masih sangat muda, motivasi kerja kita sangat banyak.Ingin ini itu banyak sekali. Karir, uang, kesuksesan biasanya jadi motor penggerak yang mengiming-imingi. Tapi saat memasuki usia yang lebih matang, kita mulai memiliki motivasi yang lebih terang dalam relasinya dengan orang lain. Dalam hal ini, kita khawatir jadi beban orang lain, juga tidak ingin hidup dari hasil kerja orang lain, dan kita ingin membalas jasa-jasa orang lain. Inilah motivasi yang stabil dalam segala keadaan."
Seorang teman pun mengaku memiliki perasaan yang sama seperti status yang saya tuliskan. Saat baru memasuki dunia kerja, sering saya berpikir untuk pindah karena rentan sekali kehilangan motivasi. Saat situasi tidak sesuai ekspektasi, di situlah dorongan untuk mencari kerja yang baru muncul. Gaji yang tidak sesuai harapan walaupun sudah menerima upah yang sebenarnya wajar, lingkungan yang penuh gesekan, atasan yang kurang menyenangkan, dan lain sebagainya.
Tantangan di atas mudah membuat goyah. Tak dipungkiri motivasi yang berorientasi pada diri sendiri memang lemah dan cenderung membuat si empunya motivasi menjadi mudah menyerah.
Hanya motivasi yang memiliki relasi dengan kehidupan orang lain yang tangguh dalam segala situasi. Lihat saja tukang becak yang sudah tua renta, mereka tetap semangat mengayuh becaknya walaupun sudah tua renta.
Maka makin hari saya semakin diteguhkan untuk memiliki motivasi yang benar dalam bekerja. Ternyata motivasi kerja tidak usah banyak-banyak. Bukan berarti kita tidak boleh bermimpi punya gaji yang besar, punya mobil, punya karir yang melejit. Tapi berapa banyak orang yang karena orientasinya kesuksesan pribadi sampai lupa hal mendasar saat sudah bekerja, apa itu? Rasa syukur.
Beberapa hari yang lalu seorang keponakan datang dari kampung, keponakan ini baru lulus sekolah. Setelah mendapat pekerjaan, dia sering mengeluh, mulai dari jam kerja, sampai gajinya yang habis karena kebutuhan sehari-hari. Setelah cukup lama mendengarkan, saya pun memberi nasehat kepadanya. Tujuan saya menasehatinya ialah agar dia tidak banyak mengeluh.