Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Komentarnya kok Stiker Semua, ya?

20 Agustus 2020   21:43 Diperbarui: 20 Agustus 2020   21:45 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap orang pasti punya grup di aplikasi Whatsappnya.Pasti lebih dari satu grup.Ada grup teman SMP, teman SMA, teman kuliah.Hingga grup bersama rekan kerja yang tak cukup satu.Grup resmi yang ada atasannya, grup tidak resmi yang isinya sesama rekan kerja, hingga grup sesama rekan kerja yang tidak ada beberapa orang rekan kerja lainnya.

Grup yang tidak ada atasannya biasanya dibuat biar sesama rekan kerja bisa bebas berkomunikasi dan ngomongin atasan.Tak cukup sampai disana, jika dirasa ada salah seorang teman yang dirasa "bocor" maka akan dibikin grup baru yang tak ada dianya. Jadi jaman sekarang setiap orang pasti tergabung minimal dalam satu grup whatsapp. Karena sudah seperti kebutuhan untuk mempermudah komunikasi diantara orang yang memiliki kepentingan yang sama.

Walaupun tak selamanya tergabung dalam grup whatsapp karena memang ada kepentingan yang serius disana.Grup teman SMA misalnya, komunikasi yang terjadi selain saling bertukar kabar, paling hanya bersenda gurau saja.Biasanya tidak semua anggota grup aktif.Ada yang senang menyimak saja dan hanya sesekali memunculkan dirinya.

Yang namanya whatsapp, tak mungkinlah selalu kita pelototin.Kalaupun kita sedang memegang ponsel, biasanya yang kita buka adalah chatinggan yang lebih penting dulu. Hingga kadang-kadang saat baru memegang ponsel, kita dikagetkan dengan sebuah grup yang isi pesannya sudah ratusan bahkan ribuan.

Sering saya menemukan hal demikian, saya pikir wah sepertinya ada pembahasan yang seru nih. Lumayanlah untuk dibaca saat tidak ada kerjaan.

Tapi pas dibuka ternyata isinya "zonk." Seperti yang dicomplain salah seorang teman saya di salah satu grup whatsapp beberapa waktu yang lalu.Mungkin karena dari awal dia tidak buka, jadi notifikasi pesannya sudah ratusan tapi pas di-scroll ke bawah isinya cuman stiker. Seperti gambar di bawah ini contonya.

dokpri
dokpri
Seperti kita tahu, berbeda dengan stiker yang ada di aplikasi Line, stiker WhatsApp dapat kita dapatkan secara gratis. Tidak hanya gratis, stiker WhatsApp ini dapat kita buat sendiri sesuai dengan keinginan kita. Kita dapat membuat stiker WhatsApp dengan menggunakan foto pribadi kita, atau teman-teman kita.

Jujur memang jadi lucu.Komunikasi jadi tidak kaku.Tapi entah kenapa sampai sekarang saya tidak tertarik membuat apalagi mengoleksi stiker-stiker semacam itu.Tapi jika ratusan pesan di sebuah grup whatsapp isinya didominasi stiker semua menurut saya ini juga tidak penting.Bukankah tujuan grup dibuat agar ada komunikasi dan diskusi yang menarik diantara anggota grup.

Selain bisa menghabiskan kuota teman, banyak chatingan  juga bisa membuat ponsel ngehang, hingga boros baterai.Tentu tak semua teman kita ponselnya memadai bukan.Terlepas dari itu semua, bukankah lebih baik kalau terjadi diskusi secara kata-kata. Dengan lebih sering berinteraksi dengan teks, sesama anggota grup bisa bertukar pikiran. Juga saya yakin isi grup tidak akan serasa banyak "sampahnya."

Bukan berarti penggunaan stiker itu tidak baik.Tapi sedari kita masih menggunakan emoji di Blackberry, tujuan emoji dibuat adalah untuk mengekspresikan emosi. Misalnya saat saya berkata, "Diam!" Biar tidak disangka sedang marah saya tambahkanlah emoji senyum di belakang kata tersebut. Atau kalau sekarang pakai stiker yang lucu.

Tapi pada intinya stiker hanya digunakan sebagai pelengkap teks.Bukan malah mendominasi percakapan.Untuk apa ratusan pesan di sebuah grup kalau tidak ada percakapan yang bisa dinikmati. Sebab memang tak semua orang berani keluar grup begitu saja sekalipun dia sudah merasa terganggu. Biasanya karena segan atau sungkan.

Sebenarnya grup itu sangat bermanfaat untuk berdiskusi. Tapi kebanyakan orang malas dan lebih senang melempar stiker yang kalaupun lucu ya paling gitu-gitu saja. Akan lebih asyik kalau kita bisa bertukar cerita dengan kata dan kalimat. Bagaimanapun stiker tidak bisa mewakili isi pikiran kita. Maka kalau ada orang yang selalu memakai stiker, saya simpulkan dia malas berpikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun