Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Supaya Hati Tetap Mekar Tumbuh Berkembang

7 Mei 2020   22:30 Diperbarui: 7 Mei 2020   22:21 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu salah seorang teman saya berulang tahun.Lantas sayapun mengucapkan selamat seraya bertanya,”Bagaimana rasanya memasuki  usia 30 tahun?” Saya tertarik menanyakannya karena sayapun dalam beberapa tahun ke depan akan memasuki usia itu.

Lalu teman saya itu menjawab,”Rasanya deg-deg kan ada, tapi lebih banyak menikmati dan bersyukur.Banyak yang tidak dimengerti.Ada serunya juga, semua rasa ada di dalam.Dan belajar untuk tidak pernah membandingkan diri dengan orang lain supaya hati tetap mekar tumbuh berkembang.”

Memang ini adalah usia yang nano-nano, rame rasanya.Sebenarnya saya yakin semua orang merasakan hal yang sama saat akan memasuki usia tertentu.Saat satu angka depan usia berubah, seolah pergantian angka itu akan menyebrangkan kita pada semesta yang lain.Ini terbukti saat baru lulus kuliah dulu saya pernah training di sebuah perusahaan, dimana peserta trainingnya campur baur dari berbagai usia, waktu itu saya banyak ketawa-ketawi sama teman saya yang seumuruan.Dalam training itu kami banyak bercanda.Sementara peserta training yang usianya lebih tua dari kami entah kenapa tampak lebih serius.

Mungkin karena saya dan teman terlalu kekanak-kanakan, atau jawabannya ada pada cerita saya selanjutnya.Jadi beberapa bulan yang lalu saya training pada sebuah perusahaan karena saya memutuskan resign dari tempat saya sebelumnya.Kondisinya sama, para peserta training terdiri dari berbagai usia.Dari yang belasan tahun sampai di atas 30 tahun.Entah kenapa saya tak bisa seceria saat saya dulu pernah training pada kisah yang saya tuliskan sebelumnya.Sekarang saya jadi paham apa yang dirasakan peserta training yang usianya lebih tua pada cerita saya sebelumnya itu.

Peserta training yang masih muda dan baru lulus kuliah merasa training ini adalah awal yang bagus karena akhirnya mereka memperoleh pekerjaan.Karena mereka masih muda, mereka merasa masih punya banyak peluang untuk melamar ke perusahaan lain kalau nanti tidak betah.Lain hal yang dirasakan para peserta training yang usianya lebih tua.Di usianya yang sekarang pekerjaan adalah hal yang sangat serius.Karena sangat menentukan karir mereka ke depannya.Juga ada kecemasan, bahwa tak seharusnya mereka memulai lagi sesuatu dari awal.Saat ini harusnya mereka sudah ada pada titian yang jelas, tinggal menapakinya saja.

Ini hanya contoh bahwa orang-orang yang akan memasuki usia tertentu, masuk ke kepala tiga misalnya, pasti memiliki kecemasannya sendiri dalam banyak aspek.Bukan soal pekerjaan, bisa jadi soal pencapaian.Kita melihat teman-teman sudah lebih dulu sukses, bisa beli ini itu, sudah menikah, berkeluarga, punya anak.Seperti jawaban teman saya itu, bahwa ada rasa deg-deg kan, ada rasa cemas yang muncul dan menghantui, sebab banyak hal yang tidak dimengerti.

Tapi saya belajar dari jawaban teman saya itu.Hal pertama yang harus dilakukan adalah bersyukur.Ada sebuah lagu yang berjudul,”Berkat-berkat Tuhan mari hitunglah.”Lagu itu tidak meminta kita menghitung berkat dari Tuhan, tapi berkat Tuhan satu persatu hitunglah.Kadang memang kita suka lupa bersyukur atas semua yang sudah kita miliki.Hal kedua adalah belajar menikmati.Untuk apa cemas berlebih, sampai lupa melirik apa yang sudah jadi milik sendiri.Susah senang nikmati dan jalani.

Dan yang paling penting adalah tidak membandingkan diri dengan orang lain.Saat kita membandingkan diri dengan orang lain, lebih sering kita membandingkan diri dengan mereka yang ada di atas kita.Akhirnya timbul rasa cemas, minder, frustasi hingga terintimidasi.Kondisi hati pasti tidak damai, suasana jiwa mendung karena malu dan takut atas kondisi yang terjadi.Bapak kedokteran Ibnu Sina pernah berkata, kepanikan merupakan separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, kesabaran adalah titik tolak kesembuhan.

Raja Salomo juga pernah berkata, hati yang gembira adalah obat.Bersyukur, menikmati dan tidak membandingkan diri dengan orang lain adalah kunci agar wajah selalu tampak berseri, kalau kita bahagia orang senang dekat dengan kita.Kalau kita bisa membereskan persoalan hati, orang merasa damai berada di sekitar kita.Kalau kecemasan diri sendiri sudah hilang, kita bisa bantu mengangkat masalah orang lain.Demikianlah kiranya hati kita tetap mekar tumbuh dan berkembang.

Penikmat yang bukan pakar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun