Beberapa bulan yang lalu saya menyusul salah seorang rekan untuk keluar dari perusahaan tempat kami bekerja.Setelah memikirkannya dengan matang, saya memutuskan untuk lulus dari perusahaan tersebut.Ketika proses pengunduran diri sudah selesai ternyata timbul kegalauan di hati saya.
Apakah langkah saya sudah tepat, apakah perusahaan yang saya tuju jauh lebih baik, atau malah lebih buruk.Saya terus diombang ambingkan perasaan ini.
Apakah saya akan menemukan rekan kerja yang menyenangkan seperti di tempat sebelumnya? Saya terus dihantui perasaan cemas untuk kembali beradaptasi dengan lingkungan serta rekan yang baru.
Akhirnya saya mengirim pesan lewat WhatsApp pada kawan saya yang sudah lebih dulu resign itu.Tujuan saya ingin bertukar pikiran.Saya ingin tahu apakah dia mengalami apa yang saya alami ketika pindah tempat kerja.
“Bray pas lu resign galau gak bray?” Begitu bunyi pesan yang saya kirim padanya.Tak berapa lama kemudian dia membalas.
“Gak bro.Karena rezeki gw udah dipersiapkan sama Allah bro.Tinggal gw usahain aja.Lu juga harusnya gitu bro.”
Lalu saya bertanya lagi,”Iya bro betul juga.Tapi gak galau soal berpisah sama kawan-kawan bro?” Saya bertanya demikian karena saya selalu merasa cemas untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.Maklumlah, walaupun ganteng saya ini pemalu.Lalu kawan saya itu membalas lagi.
“Kenapa mesti galau bro, kan masih bisa kumpul di luar walaupun beda kantor.”Benar juga pikir saya.
“Tapi lu pernah nyesal gak karena udah resign bro?” Kembali saya bertanya.
“Kagak broo.Kalau mau resign memang harus yakin dulu.Kalo lu belum dapat kerjaan lain pasti galau bro.” Balasnya lagi.
“Okelah bro, berarti gak salah ya kalau gw resign?” Tanya saya lagi meyakinkan diri.
“Yoi bro, harus berani ambil resiko, hidup mah pilihan, lu harus struggle.Push the limit bro, never lose hope.” Balas kawan saya itu lagi.
Lalu saya jawab,”Betul juga ya bro, belum ada kata terlambat untuk memulai lagi.Lu benar-benar titisan Mario Teguh.”Begitulah percakapan penuh motivasi antara saya dengan seorang teman.Rasa cemas memang mudah hinggap pada seseorang saat akan memutuskan sebuah pilihan.
Seperti yang saya ceritakan di atas.Tidak salah saya bertanya pada seorang teman karena jawabannya cukup membuat pikiran saya kembali tenang.Kita memang kadang lupa melibatkan Tuhan dalam perjalan hidup kita yang tidak pasti.Seperti pindah kerja misalnya, kadang kita takut kalau uang yang kita hasilkan tidak lebih banyak.Padahal seperti yang dikatakan kawan saya di atas,”Rezeki kita sejatinya sudah dipersiapkan oleh Tuhan, kita tinggal mengusahakannya saja.”
Selama kita berusaha, artinya dimanapun kita berada kita tidak boleh takut kekurangan, Tuhan pasti akan mencukupkan.Asal syarat utamanya dipenuhi, yaitu kita mau berusaha.
Saya pernah mendengar seseorang berkata,”Soal perlidungan Tuhan tak perlu diragukan, yang perlu kita cemaskan adalah usaha kita, jangan-jangan belum maksimal.”Maka dapat disimpulkan, pekerjaan apapun, dan bekerja dimanapun kalau kita menaruh usaha di dalamnya, kita bisa menikmati rezeki yang Tuhan sudah persiapkan untuk kita.Pekerjaan apapun dapat dijadikan Tuhan sebagai media dan alat untuk pemenuhan kebutuhan kita.
Bukan hanya itu, kecemasan untuk memulai sesuatu yang baru juga biasanya datang dari sisi relationship.Kita takut kehilangan teman lama.Padahal kalo ada niat, walau sudah beda kantor, mudah saja untuk bertemu kan.Kecemasan seperti ini biasanya saya hadapi karena saya memang imut dan pemalu.Jadi ini lebih ke persoalan beradaptasi.Kita takut untuk meninggalkan lingkungan yang sudah lama kita kenal.
Apakah orang baru yang kita temui kelak akan sama baiknya dengan teman lama kita di kantor sebelumnya? Pertanyaan seperti ini terus menenggelamkan kita dalam keraguan.Belum lagi budaya kerja, atasan, tekanan, yang semuanya masih kita raba-raba.Tapi apa boleh buat, demi masa depan yang lebih baik kadang kita harus segera memutuskannya.
Lalu apakah kita harus menyesali keputusan kita saat harus memulai sebuah pekerjaan dari enol? Beberapa orang tampaknya malah sengaja menyemplungkan dirinya pada hal tersebut.
Banyak orang yang dulunya hanya menggeluti dunia kepenulisan, mulai jadi kreator video, mulai merambah Podcast, membuat serial di channel Youtube, dan lain sebagainya.Kalau kita perhatikan semuanya dapat menjadi media untuk mengais rezeki.
Jadi kenapa harus takut untuk berpindah dari sesuatu yang menjadikan kita expert ke dunia yang menjadikan kita seorang amatiran.Saya mendapat beberapa pelajaran dari nasehat sederhana teman saya tersebut.
Pertama, hidup harus berani ambil resiko.Seperti meminjamkan duit pada teman misalnya.Tentu ada kemungkinan teman kita itu tidak akan membayar atau malah kabur.Itulah resikonya.Kalau kita takut, maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah menolong sesama teman karena resikonya uang kita bisa hilang.Ternyata dalam tindakan paling tulus dan sederhanapun kita selalu dibayang-bayangi resiko yang akan merugikan diri kita.
Apalagi dalam karir dan pekerjaan.Resiko seperti tekanan, ketidaknyamanan, adalah suatu situasi yang harus kita ajak “bersalaman” untuk kemudian berdamai dengannya.Maka jelaslah bahwa terkadang resiko begitu nyata dan tak dapat dihindari.Pertanyaannya apakah kita berani mengambilnya.Hidup memang harus berani ambil resiko, tapi tidak ada yang mewajibkan kita mengambil resiko.Semua kembali pada pilihan kita masing-masing.
Kedua, hidup adalah pilihan.Semua keputusan diserahkan ke tangan kita.Meninggalkan suatu lingkungan kerja yang sudah seperti keluarga tentu tidak mudah.Maka kita harus tahu apa yang kita cari dalam bekerja.Saya pernah ditanya tentang hal ini oleh seorang teman, lalu saya balik bertanya pada dia,”Apa yang dia cari dalam bekerja?” Apakah uang sebanyak-banyaknya? Ataukah pekerjaan dengan gaji biasa-biasa saja tapi dekat dengan keluarga? Uang yang banyak tapi menyita seluruh kehidupan pribadi atau penghasilan sewajarnya tapi memiliki keseimbangan hidup di segala bidang (work life balance)? Semua sudah barang tentu ada resikonya.
Ketiga, hidup adalah perjuangan.Suatu hari saya pernah mendengar seorang pembicara berkata pada pendengarnya,”Bayangkan kalau ada manusia kerjanya hanya duduk dipojok ruangan, gak ngapa-ngapain, tapi digaji? Sesungguhnya manusia itu adalah produk yang gagal.Karena bukan untuk itu manusia diciptakan.”Manusia yang sehat dituntut kontribusinya dalam bekerja.Itulah ladang perjuangannya.Itulah lahannya untuk memperoleh penghidupan yang layak.Maka adalah hal yang wajar jika manusia harus berjuang dalam pekerjaannya, itu bukan sesuatu yang menyedihkan.Itu artinya tenaga kita dibutuhkan, kontribusi kita juga dinantikan.
Keempat, tekan sampai batas maksimal.Bukankah salah satu alasan berpindah kerja dikarenakan tidak ada lagi tangga yang dapat kita naiki? Maka jika memang karir itu yang kita impikan berpindah kerja adalah hal yang wajar.Tentu ada resikonya seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya (gaya banget lu bro).Saya pernah mendengar alasan ini dari seorang youtuber terkenal.Suatu hari dia merasa jabatan yang didudukinya sudah mentok, akhirnya dia memutuskan untuk membangun channel youtube dari enol, dan akhirnya dia sekarang sudah jadi youtuber sukses.Tentu dalam prosesnya dia harus berani mengambil resiko, berani memilih, berjuang, dan memacu dirinya untuk terus mengeluarkan potensi maksimalnya.Untuk itu semua dia perlu beralih profesi.Pekerjaan yang baru dan dunia kerja yang baru.
(Baca juga: Karier Itu Ada pada Diri Sendiri, Bukan pada Perusahaan)
Kelima, jangan pernah putus harapan.Memulai sesuatu yang baru memang melelahkan.Kita juga tidak tahu akan sukses atau gagal.Tapi kalau tidak dicoba kita tentu tidak akan tahu hasilnya.Maka sebelum melompat pikirkan dengan matang.Kalau sudah melompat tak perlu lagi menyesal dan terus melihat kebelakang.Semoga tulisan ini bermanfaat untuk teman-teman pembaca.
Penikmat yang bukan pakar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H