Hkm..hkmm sudah tiga hari nih saya gak nulis di Kompasiana, biasalah, kelelahan. Ada yang kangen samaku mungkin? Kalau kamu wanita silahkan tinggalkan nomor WhatsApp kamu di kolom komentar, kalau kamu pria silahkan tinggalkan dompetmu di alamat yang akan saya berikan. Hahaha. Sudah ya bercandanya.
Okeyy, jadi ceritanya, dua hari yang lalu saya sedang ngopi dengan seorang rekan di kantin kantor. Pembicaraan dimulai entah dari mana, dan kami tiba pada topik karyawan yang merasa tak puas dengan pekerjaannya.
Jika 2 orang di sebuah perusahaan sudah jenuh dengan pekerjaannya, merasa gajinya kekecilan, dan ingin mencari penghidupan yang lebih baik, hal apalagi yang dibicarakan kalau bukan tentang mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain.
Saya pun mengutarakan keinginan saya untuk resign dan pindah ke divisinya. Tapi kawan saya itu melihat bahwa posisi saya saat ini, baik secara perusahaan, prospek ke depan, gaji, juga jenjang karir masih lebih baik daripada kondisinya saat ini.
Maka dia pun melontarkan satu kalimat yang menarik buat saya, dia bilang, "Daripada loe resign, mending lu kembangin kapabilitas lu dari sekarang."
Karena kami kawan, jadi tak ada yang merasa digurui atau menggurui. Itulah enaknya kalau sudah akrab dalam berteman. Saya coba merenungkan kalimat kawan saya itu. Memang manusia itu kadang terlalu mudah menyerah.
Saat dia diterima di sebuah perusahaan lalu menemukan tantangan dalam pekerjaannya, biasanya muncul pikiran untuk resign dan mencari pekerjaan baru. Padahal kalau dipikir-pikir, bukankah semua pekerjaan memiliki tantangan.
Jika kita renungkan bukankah mencari kerja itu tidak mudah, dan akan ada banyak energi yang kita habiskan untuk mencari pekerjaan baru. Bukankah lebih baik energi tersebut kita fokuskan untuk mempelajari bidang pekerjaan kita yang sekarang. Misalnya saja seorang sales. Dia merasa targetnya semakin tinggi, mencari nasabah makin susah, dan karirnya mentok, diapun mulai sibuk melamar kerja kesana sini. Akhirnya pekerjaannya yang sekarang mulai terabaikan.
Bukankah energi untuk mencari pekerjaan lain tersebut lebih baik dialihkan untuk belajar, produk knowledge misalnya, atau mencontek strategi rekan kita yang sukses lebih dulu. Atau mungkin mengembangkan kreativitas dalam meningkatkan kinerja. Sebenarnya antara menyerah dan terus maju kalau dipikir-pikir, ternyata mengeluarkan energi yang sama.
Makanya saat saya mendengarkan saran kawan saya itu, saya seperti agak bersemangat dan bahkan coba mengevaluasi diri. Kenapa saya merasa harus resign? Apakah karena merasa tidak berkontribusi baik untuk perusahaan? Kalau begitu berusahalah lebih keras agar bisa memberi kontribusi maksimal. Apakah saya merasa karir mentok? Kalau begitu bukankah harus kerja lebih cerdas dan lebih keras?
Manusiawi memang ya kalau kadang kita, karena tantangan dalam pekerjaan sampai lupa bagaimana caranya untuk tidak menyerah. Kita lupa bahwa justru tantangan itulah yang harus kita taklukkan. Bahkan bisa saja sebenarnya tantangan itu tidak besar, hanya saja kita yang terlalu kecil karena malas belajar dan kerja asal-asalan.