Seperti biasa tulisan ini hanya sekedar intermezzo dan pengamatan sederhana sayahhh saja dalam dunia kerja, yaitu tentang rasa percaya diri. Walaupun mengambil contoh-contoh kasus dalam dunia kerja, tapi saya yakin bahwa percaya diri adalah perasaan yang tak jarang menjadi persoalan umum didalam diri kita. Baik itu di kampus, di rumah, hingga soal apa yang kita pakai di badan, tak jarang kita mengalami yang namanya rasa tidak percaya diri. Tulisan ini pun bukanlah sebuah motivasi tentang bagaimana menangani krisis kepercayaan diri.
Alasannya karena saya bukan motivator yang bisa menyajikan pandangan yang motivasional, saya hanya bisa mengamati dan menyajikan berbagai peristiwa yang ada di sekitar saya. Kalaupun ada unsur motivasional nya itu bukan lahir dari diri saya, itu pun hanyalah hasil pengamatan sederhana saja yang semoga bisa menjadi kutipan solutif. Nah di dalam dunia kerja tentu rasa percaya diri adalah sebuah perasaan yang sangat dibutuhkan dalam berinteraksi, sebab tentu kita bukan hanya diperhadapkan kepada tugas, tapi kita juga akan berhadapan dengan yang namanya manusia.
Kalau sekadar manusia sih mending, tapi di dunia kerja kita akan dihadapkan pada manusia dengan embel-embel jabatan dan senioritas. Kalau kita adalah bawahan mereka sih tidak masalah kalau ada rasa sungkan dan takut yang membuat kita tidak bisa berdiri dengan kepercayaan diri penuh di hadapan mereka, itu wajar. Walaupun sebenarnya perasaan demikian pun tidak dapat dibenarkan.
Lalu bagaimana jika kita adalah seorang atasan tapi merasa tidak percaya diri saat menghadapi bawahan? Loh memang bisa gitu seorang atasan tidak percaya diri saat menghadapi bawahan? Siapa bilang tidak bisa. Contohnya begini, misalnya kamu adalah karyawan baru yang baru bekerja sekitar satu dua tahun di sebuah perusahaan. Tapi karena kamu punya sesuatu yang positif dan nilai lebih di mata perusahaan karena kinerjamu yang baik, tiba-tiba kamu yang tadinya hanya seorang pramuniaga diangkat menjadi seorang supervisor.
Bayangkan kamu yang tadinya memiliki pangkat yang sama dengan ratusan orang lainya, berteman baik dengan mereka, bercanda dan tertawa bersama, menyembunyikan kesalahan kerja bersama, dan mengkritik atasan yang sama, tiba-tiba harus menjadi atasan mereka. Menjadi atasan orang-orang yang memang memiliki ikatan emosional dengan kamu. Tentu tidak mudah bukan? Kalau kamu masuk kerja ke suatu perusahaan langsung berposisi menjadi pemimpin sih mungkin semua akan berjalan lebih mudah, karena tak ada beban emosional sebab begitu masuk kamu sudah langsung menjadi pemimpin.
Tapi masalahnya kamu mulai dari bawah dan sekarang tiba-tiba harus memimpin mereka yang lebih senior dan bekerja lebih lama dari kamu, tentu hal ini akan menjadi beban emosional tersendiri buat kamu bukan? Nah bagaimanakah cara memimpin  jika kamu berada pada posisi seperti ini?
1. Mulai Saja, Nanti Juga Jadi Terbiasa
Salah satu bagian paling berat jika kita harus memimpin orang-orang yang notabene dulu selevel dan lebih senior dari kita adalah memerintah. Wajarlah jika pada ujungnya seorang atasan memberi perintah, walaupun dalam mengomunikasikanya dibungkus dengan kalimat minta tolong.
Tapi karena mereka adalah teman dan senior kita rasa-rasanya kok berat banget ya hanya untuk sekedar memberi instruksi, apalagi menegur, memerintahkan sesuatu saja kok rasa-rasanya setengah mati. Hal ini wajar, sebab kepemimpinan kita dicetak bukan karena ijazah yang begitu nyemplung sebuah perusahaan langsung menjadi atasan.Dalam kasus ini kita ditunjuk menjadi pemimpin karena kinerja kita.
Yang namanya dari bawah lalu diangkat ke atas, pasti ada saja yang namanya rasa tidak percaya. Seolah belum yakin atas apa yang terjadi pada dirinya. Jadi mirip dengan kisah tikus yang bertemu penyihir dan meminta agar dirinya diubah menjadi seekor singa, tapi begitu bertemu kucing dia malah lari ketakutan. Penyebabnya tentu karena sekalipun secara fisik tikus itu sudah menjadi seekor singa tapi dia masih bermental tikus.
Lalu bagaimana cara memimpin mereka kalau begitu? Saya bilang sih mulai saja, pasti ada perasaan tidak enak, tapi sudahlah lakukan saja. Pakailah bahasa yang ramah sekaligus tunjukkan rasa hormat pada mereka, nanti mereka pasti jadi lebih mudah untuk diajak bekerja sama.