Mohon tunggu...
Rikardo Marbun
Rikardo Marbun Mohon Tunggu... -

Jurnalis ecek-ecek dari timur Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Kenapa Transjakarta Sebaiknya Dibubarkan Saja?

28 Januari 2014   14:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Karena Transjakarta dan jalur khususnya itu memang bukan solusi kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Kurang lebih, bekas wakil presiden Jusuf Kalla pernah berujar begini: “Kalau (ekonomi) lagi flu dan demam begini maka yang harus diobati adalah penyebab, bukan gejalanya. Obatnya juga harus tepat. Memberi obat yang keliru akan sangat berbahaya.” Saya mungkin perlu tambahkan: jangan pula berlebihan.

Jusuf Kalla betul. Dan menurut saya pernyataan Jusuf Kalla ini juga relevan dengan (solusi) masalah kemacetan lalu lintas yang semakin kusut di Jakarta. Sudahkah memang solusi yang diambil telah “mengobati” penyebab kemacetan ini? Dan tepat jugakah “obat” yang dipakai untuk mengatasi masalah tersebut?

Silakan jawab yang mana saja dulu. Pasti jawaban pada dua pertanyaan tersebut memang jawaban kenapa Jakarta masih saja macet.

Apakah memang solusi “sudah” mengobati penyebab kemacetan? Jawabnya, belum. Buktinya, lalu lintas Jakarta masih macet. Bagaimana dengan “obat” kemacetan? Kalau masih macet, ya, berarti karena salah “obat”.

Oke, mari kita bedah lebih jauh.

Apa penyebab kemacetan di Jakarta? Ya, sebagian besar warganya beralih dari angkutan umum ke kendaraan pribadi (sepeda motor dan mobil). Maka macet. Penyebab berikutnya, ketersediaan kuantitas dan kualitas angkutan umum semakin menurun. Makanya jadi macet juga. Penyebabnya nggak banyak, kan? J

Maka dari itu, selama ini juga kalimat mantra untuk mengatasi macet Jakarta adalah bagaimana agar pengendara kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum.

Oke, sekarang apa toh obatnya kalau sudah tau penyebabnya seperti itu?

Jawabnya: sediakanlah angkutan umum dalam kuantitas yang banyak dan berkualitas bagus. Cukup. Nggak lebih, nggak kurang.

Eh, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta era gubernur Sutiyoso dan Fauzi Bowo malah beri “obat” yang salah. Obat yang diberikan malah “jalur khusus bus”. Hahaha... Buat apa? Penawarnya cukup tambah bus saja, eh, malah dicekokin “jalur khusus bus”.

Dan memang terbukti, kemacetan Jakarta khususnya dalam sepuluh tahun terakhir, sudah salah obat. Macet masih saja terjadi dan malah semakin akut.

Sekarang, mari mengajak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta era Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo kembali ke “obat” yang benar: sediakan angkutan umum dalam kuantitas yang banyak dan berkualitas bagus.

Selama ini “jalur khusus bus” yang dipakai untuk mengobati kemacetan lalu lintas di Jakarta selama ini tinggal gulung saja. Lupakan. Setop. Jalur ini merupakan jalur khusus untuk bus Transjakarta. Gulung jalurnya, bubarkan Transjakarta-nya.

Konsentrasi penuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini cukup pada bagaimana agar semakin banyak armada bus tersedia di Jakarta. Nggak lebih, nggak kurang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun