Mohon tunggu...
Tohirin
Tohirin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Profesi saya seorang pengajar. Saya memiliki hobi membaca terutama hal-hal yang terkait dengan keagamaan. Selain pengajar sy juga penterjemah buku-buku berbahasa Arab. Sudah puluhan buku yang saya terjemahkan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Berkurban

7 Juni 2024   22:37 Diperbarui: 7 Juni 2024   22:37 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

         Beberapa hari lagi kita akan merayakan hari raya idul adha yang identik dengan hari raya kurban. Berbicara mengenai hari raya kurban berarti berbicara tentang perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim AS. Banyak hal yang bisa diambil dari sosok Nabi Ibrahim AS tentang pengorbanan hidupnya.

         Berawal dari rasa takut akan dirampasnya mahkota kerajaan berdasarkan tabir mimpinya, raja Namrud penguasa yang berkuasa saat itu berusaha untuk mencari informasi tentang ibu hamil agar apabila mereka melahirkan bayi laki-laki, maka bayi tersebut harus dibunuh. Seperti sudah menjadi skenario, ibu dari Ibrahim berhasil lepas dari intaian para punggawa istana dan ia tinggal di dalam goa. Di dalam goa yang gelap gulita tersebut, ia menghidupi, melahirkan dan memelihara anaknya Ibrahim.

         Setelah agak dewasa Ibrahim memperhatikan ibunya yang keluar masuk gua. Awalnya Ibrahim menganggap bahwa kehidupan di dunia hanya seluas gua tersebut. Setelah ia mengintip dan keluar ternyata dunia itu luas. Ibrahim begitu terpesona dengan keindahan dan gemerlap alam semesta. Setelah itu ia mempertanyakan siapakah yang menciptakannya?

         Ia pandangi matahari yang dianggapnya sebagai kekuatan luar biasa yang menciptakan alam semesta ini. Ia pun berasumsi bahwa matahari merupakan Tuhan. Pandangan Ibrahim berubah setelah waktu malam masuk dan ia berasumsi seandainya matahari itu Tuhan pasti di malam haripun ia tetap ada dan tidak lenyap, tetapi nyatanya lenyap, maka berarti ia bukan Tuhan.

         Dipandangi lagi kegagahan rembulan setelah waktu malam masuk. Ibrahim berasumsi bahwa rembulan merupakan Tuhan karena dengan kegagahannya rembulan dapat menyinari kegelapan. 

Asumsinya pupus setelah ia memandang rembulan lenyap di siang hari lalu ia pun memiliki asumsi baru  bahwa bulan tidak pantas dianggap sebagai Tuhan. Demikianlah dengan pengorbanan waktu, tenaga dan pemikiran Ibrahim berusaha mencari siapa sesungguhnya yang berada di balik penciptaan bumi sampai ia menemukan bahwa sososk wujud tersebut adalah Allah Swt.

        Setelah Ibrahim dewasa ia menikah dengan Sarah. Pernikahan keduanya berjalan lancar dan harmonis. Hanya saja terdapat kekurangan dari diri Sarah, yaitu tidak memiliki keturunan. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dan tahun demi  tahun ternyata keturunan yang dinanti-nanti tidak kunjung muncul.  Akhirnya usia senjapun menimpa Sarah dan Ibrahim menikah tanpa memiliki keturunan. 

Demi keturunan yang didamba-dambakan, akhirnya Sarah rela berkorban. Ia merelakan Ibrahim menikah dengan pembantunya Hajar, wanita yang ia anggap shalehah, suatu pengorbanan luar biasa yang diberikan oleh seorang istri untuk suaminya. Pengorbanan Sarah di sini juga tidak sia-sia karena pada akhirnya ia juga dikarunia seorang anak yaitu Nabi Ishaq AS.

       Benar saja setelah menikah dengan Hajar Ibrahim dikaruniai seorang anak Ismail AS. Awalnya Sarah senang dengan kelahiran Ismail, tetapi sebagai seorang wanita ia juga merasa tertekan dan akhirnya ia meminta kepada Ibrahim untuk pergi dengan isteri keduanya berikut anaknya tersebut dengan harapan keduanya tidak berada di hadapannya. Di sini Nabi Ibrahim   berkorban walaupun dengan berat hati akhirnya meninggalkan isteri pertamanya  Sarah.

      Setelah membawa anak dan isteri keduanya, Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah Swt untuk meninggalkan anak dan isterinya tersebut. Lagi-lagi demi menjalankan perintah Allah Ibrahim rela berkorban, yaitu  dengan berat hati meninggalkan anak dan isterinya di tengah padang pasir yang tandus yang tidak berpenghuni itu. Hajar selaku isteri juga mau berkorban dan rela menerima keputusan suaminya untuk pergi walaupun dengan berat hati.

     Setelah suaminya pergi dan perbekalan untuknya dan anaknya habis, Sarahpun kebingungan. Setelah itu demi anaknya ia rela berkorban untuk berlari bolak-balik tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwa dalam rangka mencari air. Setelah tenaganya habis, ia pun akhirnya pasrah kepada Allah Swt.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun