Oleh : Tohap Pandapotan Simaremare., Amd
Tepatnya pada tanggal 20 oktober 2014, Joko Widodo dan Jusuf Kalla diambil sumpahnya di Gedung DPR/MPR Jakarta. Adapun sumpahnya : "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Acara ini dihadiri oleh pimpinan dan anggota MPR (terdiri dari anggota DPR dan DPD) serta Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 2009-2014, Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. Selain itu hadir juga Mantan Presiden B.J. Habibie dan Megawati Soekarnoputri, dan mantan Wakil Presiden Try Soetrisno dan Hamzah Haz. Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, rival dari Joko Widodo dan Jusuf Kalla pada pemilu 2014 juga hadir. Tamu negara yang menghadiri acara pelantikan ini diantaranya Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam, Presiden Timor Leste Taur Matan Ruak, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Perdana Menteri Australia Tony Abbott, dan Menlu Amerika Serikat John Kerry
Kenapa Penakluk Badai ?
Penakluk badai terinspirasi dari buku berjudul Dokter Penakluk Badai yang ditulis J. Anto. Buku ini berceritakan tentang seseorang yang bernama Sofyan Tan. Seorang dokter turunan Tionghoa yang dirasa telah mampu menaklukkan badai dalam kehidupannya. Pahit ketirnya kehidupan telah dilewatinya dan menghantarkannya menjadi anggota DPR-RI yang merupakan berasal dari kalangan minoritas.
Tak jauh beda dengan Sofyan Tan, Pria kelahiran Surakarta 21 Juni 1961 mulai mendapat kepercayaan dari masyarakat pada tahun 2005, dimana Jokowi terpilih menjadi walikota Solo. Ada banyak sekali prestasi yang sudah dilakukan pria ini di kota Solo, salah satunya merelokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan cara pendekatan dan terjun langsung ke lokasi PKL yang tidak biasa dilakukan oleh pejabat lain. Yang menjadikannya salah satu walikota terbaik di dunia.
Melihat prestasi Jokowi yang bagus di kota Solo, pada tahun 2012 dia dicalonkan menjadi gubernur Jakarta. Dalam biografi Joko Widodo disebutkan, untuk menjadi gubernur Jakarta, Jokowi harus menghadapi perlawanan yang sengit dari lawan politiknya. Dengan kerja keras yang dilakukan, akhirnya Jokowi bisa menang dalam pilkada Jakarta dengan mengalahkan calon incomebent Fauzi Bowo.
Tak sampai disitu, Jokowi yang dikenal dekat dengan masyarakat melalui blusukan langsung ke masyarakat, mampu memikat hati masyarakat. Sangkin banyaknya dukungan dari masyarakat, Jokowi digadang-gadang menjadi calon presiden. Namun, pada saat itu Jokowi hanya berkata “ ga mikir, ga mikir”, seakan menambah rasa penasaran masyarakat agar Jokowi segera maju menjadi calon presiden.
Setelah maju menjadi calon presiden, Jokowi banyak diterpa isu yang tidak sedap. Mulai dari presiden pesuruh partai, presiden boneka, dan lain sebagainya. Dalam kampanye, Jokowi lagi-lagi menggunakan caranya yang lama untuk memikat masyarakat yaitu melalui blusukan. Disamping track record yang bagus sebagai pemimpin, blusukan juga dianggap salah satu faktor yang menghantarkannya menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Sekarang, sudah lebih seratus hari lebih kepemimpinan Presiden Ir. H. Joko Widodo (sering dikenal Jokowi). Segala upaya sudah dilakukan untuk mencapai target. Kabinet kerja langsung bekerja sejak dilantik oleh Jokowi. Dengan tag line “kerja, kerja, kerja, dan kerja”.
Sepanjang perjalanan kepemimpinannya, Jokowi tidak jarang dihadapkan dengan berbagai permasalahan bangsa, mulai dari penentuan harga BBM, tidak stabilnya harga rupiah, melambungnya harga kebutuhan pokok, illegal fishing, carut marutnnya bidang trasportasi, banyaknya peredaran narkoba dan yang paling mencuri perhatian perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan POLRI.
Perlahan-lahan, mulai terjawab. Harga BBM dengan cepat diatasi, illegal fishing dapat dikurangi melalui tindakan nyata yang dilakukan oleh menteri kelautan dan perikanan Susi Pujdiastuti melalui pembakaran kapal asing yang dengan bebas menangkap ikan secara illegal di wilayah laut Indonesia. Memperketat ijin penerbangan setelah belajar dari jatuhnya pesawat Air Asia. Melakukan penolakan grasi dan melaksanakan eksekusi mati bagi gerbong narkoba di Indonesia. Walaupun ada semacam penolakan dari negara-negara asal gerbong narkoba termasuk organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang meminta agar presiden Jokowi tidak melakukan eksekusi mati dengan dalih melanggar Hak Asasi Manusia.
Tak sampai disitu saja, kisruh yang menimpa antara KPK dan POLRI menjadi permasalahan yang sepertinya sudah turun-temurun di Indonesia, yang sudah ada sejak era kepemimpinan presiden SBY yang dikenal dengan Cicak versus Buaya. Hal ini, lagi-lagi terjadi di era kepemimpinan Jokowi. Yang bermula dari penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan oleh KPK.
Tak lama setelah Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka, kubu POLRI menangkap dan menetapkan wakil ketua KPK Bambang Wijoyanto menjadi tersangka dalam kasus menghadirkan saksi palsu disengketa pemilihan bupati waringin barat pada tahun 2010 silam. Aksi adu power antara kedua lembaga pun dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat.
Dengan segera, presiden Jokowi meminta masukan dari berbagai tokoh. Mulai dari pembentukan Tim Sembilan, mantan presiden BJ. Habibie, sampai dengan rival nya dulu Prabowo Subianto serta wantimpres. Segala masukan dan pendapat tentunya telah diterima oleh suami Iriana tersebut. Tinggal menunggu keputusan dari presiden.
Dalam permasalahan ini, tentunya presiden tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan. Dengan mengatakan “jangan ada kriminalisasi dan politisasi”. Disamping itu, Jokowi juga mengatakan akan mengambil keputusan terkait KPK dan POLRI setelah adanya keputusan sidang praperadilan Budi Gunawan oleh Hakim Sarpin Rizaldi.
Masyarakat telah menanti-nanti langkah apa selanjutnya yang akan diambil oleh Jokowi pasca keputusan hakim Sarpin Rizaldi yang telah memenangkan Budi Gunawan. Masyarakat sangat berharap banyak kepada presiden Jokowi yang akan menggunakan Hak Prerogatif seadil-adilnya sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa adanya intervensi dari pihak manapun termasuk partai pendukungnya yang notabene sangat getol menginginkan Budi Gunawan agar dilantik menjadi KAPOLRI.
Sidang praperadilan telah selesai, dan hasil akhirnya Hakim Praperadilan yang memeriksa perkara Pemohon Budi Gunawan dan termohon KPK mengadili dan telah memutuskan bahwa penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan yang dilakukan oleh termohon KPK tidak sah.
Dengan keputusan tersebut maka tentunya akan sangat berdampak pada keputusan Presiden Jokowi untuk melantik Komjen Budi Gunawan yang sudah menjadi Kapolri dan disahkan serta disetujui secara aklamasi oleh DPR RI sebulan lalu. Harapan besar masyarakat Indonesia agar presiden segera mengambil keputusan yang seadil-adilnya sehingga badai ini segera ditaklukkan oleh presiden Jokowi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI