Mohon tunggu...
Hasan Toha
Hasan Toha Mohon Tunggu... -

di kota kembang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Remember JK, You are Chosen Vice President!

31 Juli 2014   02:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:49 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai wakil presiden terpilih, Anda wajib menjaga posisi dan kedudukannya ketika duet dengan Jokowi. Segala hal yang berbau seputar kalian pasti dilirik media, dan kalau perlu media bisa mengada-ngada. Hembusan angin yang tidak sedap bisa saja ke telinga kompetitor sebelah dan dibumbui macam-macam. Gaya komunikasi publik juga harus diperhatikan karena bisa jadi bumerang. Jangan mentang-mentang Anda telah terpilih, lalu anggap semua kritik, rumor, dan gosip seperti angin lalu. Ketahuilah dari mana sumber informasi yang mengabarkan dan menyoroti kalian. Anda butuh legitimasi dari rakyat, dan itu adalah proses yang tak seinstan pencoblosan.

Pilpres 2014 telah membuktikan bagaimana kuatnya peran media sosial, khususnya cyber. Lewat dunia maya mayoritas hujatan dan fitnah mengincar Jokowi. Lewat dunia ini pula, para pendukungnya menangkis serangan itu. Apakah Anda dapat menjamin jika pendukung kalian tidak berpaling muka? Atau, dapatkah Anda memberi jaminan tidak akan berpaling dari mereka?

Atas kejadian yang tak patut terjadi di rumah Anda bertepatan dengan acara pemberian sedekah massal, saya bertanya ketika itu Anda merasa sebagai muslim atau rakyat Indonesia? Seorang muslim sah dan mudah berkiblat pada Qur'an dan Hadits untuk menjustifikasi pemberian sedekah untuk menyantuni kaum duaffa. Tinggal apakah prosesnya mencerminkan jiwa kedermawanan atau kesombongan? Anda katakan kejadian kemarin di luar kendali karena tak seperti biasanya, seharusnya diantisipasi sejak awal. Kekisruhan saat pembagian sedekah sudah seringkali terjadi, kenapa Anda tidak belajar?

Antri atau tidak, pemberian sedekah massal seperti itu hanya mencerminkan jiwa kesombongan dan tidak mendidik. Anda mengajak mereka berdesak-desakan dengan tangan tengadah. Ini sifat borjuis yang suka menyaksikan orang-orang miskin berebut sebagian hartanya. Si kaya seolah-olah menjadi raja.

Sedekah sebagai muslim juga harus dipahami, tak semata-mata bermodalkan itikad baik atau merasa beriman benar. Semua orang kaya bisa memberi sedekah (materiil), apakah semua orang kaya pasti beriman benar? (mencontoh uraian Sdr. Adhyatmoko soal sesat pikir hasty generalization, "JK, Sedekah Massal Bukan Revolusi Mental").

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun