Seorang pria masuk ke sebuah bank pemerintah. Ditanya oleh satpam bank, dia pun menjawab, "Ingin membuka tabungan pak." "Silahkan langsung ke CS pak," balas sang Satpam.
"Selamat pagi pak, ada yang dapat saya bantu," tanya CS bank tersebut. "Saya ingin membuka rekening di bank ini Bu," jawab si pria. Kemudian si CS pun mulai menjelaskan tentang produk-produk perbankan yang ada. Setelah mendapatkan penjelasan, si pria pun menetapkan pilihannya. Karena memerlukan tabungan itu aktif secepatnya, si pria memilih produk tabungan biasa dengan ATM silver instan & permohonan internet banking.
Setelah itu si CS bertanya kepada si pria, sambil mengisi data KTP si pria ke dalam formulir aplikasi tabungan, "Nomor telepon rumah berapa ya pak?" "Waduh tidak ada ya Bu, saya tinggal di kos-kosan. Apakah nomor hp saya tidak cukup?" "Wah sebaiknya ada pak. Kalo nomor telepon kantor pak?" "Waduh, kontrak saya baru saja habis Bu. Tapi Ibu bisa telepon ke nomor ini jika ingin mengecek apakah saya benar-benar tinggal di Jakarta. Jadi bagaimana bu?" tanya si pria. Kalo begitu, ATMnya baru bisa diambil seminggu lagi. "Lho kenapa begitu, Bu? Bukankah ATM instan itu langsung jadi? Kalo saya baru bisa ambil ATMnya minggu depan berarti internet bankingnya juga baru 2 minggu lagi Bu. Saya butuh itu secepatnya Bu, untuk transaksi pembayaran dan transfer. Jika ATMnya bisa jadi hari ini, itu akan sangat membantu Bu." jawab si pria. "Kalo begitu saya tanya ke dalam dulu ya pak," balas si CS.
Setelah beberapa lama menunggu, si CS pun kembali. "Maaf pak, memang harus minggu depan baru ATMnya bisa bapak ambil." jawab si CS. "Lho kenapa begitu Bu?" balas si calon nasabah tadi. "Maaf pak," jawab si CS singkat. "Bu, saya memang tahu ada peraturan 'mengenal nasabah anda' dari Bank Indonesia. Apakah ini berkaitan dengan itu Bu? atau ada SOP tertentu dari bank ini?" tanya si calon nasabah. Si CS tidak langsung menjawab. Si calon nasabah kemudian menambahkan jawabannya, "Bukankah KTP dan kartu NPWP adalah dokumen yang sah sebagai tanda bukti pengenal diri seseorang Bu, tidakkah itu cukup? Bu, saya tidak mungkin melakukan tindakan pencucian uang." Si CS tidak menjawab.
Si calon nasabah pun berkata lagi, "Bu, berarti bank ini tidak welcome terhadap rakyat kecil ya Bu?" "Kenapa Bapak katakan seperti itu?" tanya si CS. "Ya itu, karena saya tidak punya telepon rumah atau telepon kos, urusannya jadi berbelit-belit begini. Jadi kalau rakyat yang tidak punya telepon rumah akan kesulitan membuka rekening di Bank ini Bu, bukankah demikian?" Si CS tidak menjawab lagi. "Bu, tidak seharusnya peraturan atau SOP itu dijalankan dengan mata tertutup Bu. Saya bekerja sebagai staf keuangan Bu, jadi sedikit banyak saya tahu tentang pentingnya hal itu. Setiap peraturan dan SOP itu ada maksud & tujuannya yang harus dicapai Bu, dan pencapaian maksud dan tujuan itulah yang lebih penting." Si pria pun kemudian diam.
"Jadi bagaimana pak?" tanya si CS, setelah beberapa saat. "Ya kalo saya harus menunggu 1 minggu untuk ATMnya dan satu minggunya lagi baru internet bankingnya bisa transaksi, saya tidak jadi buat rekening disini Bu," jawab si calon nasabah cepat, karena mulai kesal waktunya terbuang percuma tanpa hasil. "Maaf ya pak," jawab si CS. Si calon nasabah pun lalu pergi dengan hati kesal. Saya yang berada di dekat situ mulai berpikir, hebat juga si CS dan bank ini yang menolak calon nasabah hanya karena tidak mempunyai telepon rumah (entah hebat dalam arti apa). Kemudian saya menduga, kalo di bank swasta kemungkinan besar tidak seperti ini.
Beberapa minggu kemudian saya memasuki sebuah bank pemerintah yang lain dengan tujuan untuk mem-print buku tabungan. "Mau setor dan print buku tabungan Bu," kata saya setelah giliran saya tiba. "Kalo print buku tabungan tidak bisa pak, harus orangnya langsung," kata si kasir. "Iya Bu, itu memang rekening saya sendiri, jawab saya sopan.
Kemudian sambil menunggu selesai, saya bertanya kepada si kasir, "itu peraturan baru ya Bu?" "Iya pak, sekarang kalo print buku tabungan harus orangnya langsung, tidak bisa diwakilkan sekalipun oleh istrinya misalnya. Itu informasi rahasia." "Lho, bukannya kalo saya minta tolong buku tabungan saya diprint oleh teman saya berarti secara tidak langsung sudah setuju berbagi rahasia ke dia Bu?" tanya saya lagi. "Kemaren ada kasus pak, buku nasabah hilang. Ternyata buku tersebut ditemukan oleh istrinya dan bisa diprint dan kemudian nasabah itu protes ke bank pak," kata si kasir. Lho, bukannya kalo buku hilang itu merupakan tanggung jawab nasabah. Kalo memang hendak diblokir dll khan dia bisa menghubungi Call ..... misalnya. "Kalo begini ceritanya, khan jadi menyusahkan nasabah yang lain hanya karena kelalaian perorangan. Bagaimana kalo nasabah anda orang yang sibuk?" sambung saya lagi.
Kasir yang lain ikut nimbrung, "memang informasi di buku tabungan itu sangat rahasia pak. Kalo ketahuan saldonya banyak bisa terjadi kasus hipnotis, perampokan, dll. Saya tidak menjawab lagi dan menunggu buku tabungan saya karena merasa jawaban yang tadi semakin aneh & melebar tak tentu arah.
Setelah mendapat buku tabungan saya kemudian saya berpikir. Tadi katanya harus si pemiliknya langsung baru bisa print buku tabungan, tapi tadi mereka tidak mengharuskan saya menunjukkan tanda pengenal diri baru kemudian memproses permintaan saya?? Trus jawaban para kasir yang ngelantur kesana sini. Menurut saya tidak ada relevansi langsung antara print buku tabungan oleh orang lain dengan kasus hipnotis, perampokan, dll. Memang ada kemungkinan tetapi sangat kecil. Jika memang buku itu hilang (terjatuh, dll) darimana si penemu tahu yang mana (siapa) pemilik buku itu. Saya kok merasa bank sekarang tidak mempunyai standar dan semakin seenaknya sendiri membuat peraturan. Dapatkah dikatakan bank-bank tersebut semakin aneh? Adakah yang salah dengan rekrutmen pegawai-pegawai tersebut? Ataukah memang mereka yang malas mengupdate pengetahuannya dan menerapkan peraturan secara "gelap mata?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H