Untuk diketahui TPA Keputih saat itu dioperasikan dengan "open dumping", sampah ditumpuk begitu saja di alam terbuka dibiarkan membusuk. Tumpukan sampah itu sering terbakar sehingga bau sampah menyebar ke mana-mana bahkan kalau ada tiupan angin, bau sampah bisa tercium sampai beberapa kilometer. Saat itu TPA Keputih adalah satu-satunya pembuangan Sampah kota Surabaya yang berjumlah kurang lebih 3 juta jiwa. Sebenarnya  TPA itu sudah harus ditutup, karena sudah penuh. Tapi sampai tahun 2001, TPA lain di bagian Barat Surabaya belum selesai dibangun.Â
Penutupan paksa TPA Keputih membuat kota Surabaya mengalami darurat bencana sampah. Selama 2 minggu tidak mempunyai tempat pembuangan sampah menjadikan Surabaya seperti lautan sampah. Di jalan, di taman, di setiap tanah kosong sampah bertumpuk dan menimbulkan bau. Orang membakar sampah di mana-mana, sampah bahkan dibuang di median jalan-jalan protokol. Pemerintah kota Surabaya sendirian tidak mampu mengatasi timbulan sampah yang luar biasa.Â
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Pusat turun tangan membantu. Pembangunan TPA Benowo yang baru dikerjakan kurang dari 50% dikebut bekerja siang malam. Sejumlah insinerator mini didatangkan untuk membakar sampah. Setelah berusaha susah payah, akhirnya TPA Benowo dipaksa dioperasikan secara darurat meski belum selesai seluruhnya. Yang penting sampah bisa diangkut dari pusat kota ke TPA. Setelah kurang lebih sebulan, kondisi persampahan di kota Surabaya berangsur pulih.
Bencana sampah kota Surabaya tahun 2001 itu seperti membangunkan perhatian orang Surabaya akan pengelolaan sampah. Beberapa inisiatif untuk mengkaji dan mendikusikan pengelolaan sampah mulai muncul. Berbagai pihak mulai memberi perhatian yang serius, sejumlah orang, baik anggota masyarakat biasa, ibu rumah tangga, LSM, Â perguruan tinggi, dunia usaha ikut mencari upaya pengelolaan sampah. Awalnya inisiatif itu berjalan sendiri-sendiri, tapi kemudian berbagai inisiatif masyarakat mulai dikordinasikan dan disinergikan.Â
Pemerintah kota juga berupaya untuk meningkatkan pengelolaan sampah, kerjasama dengan berbagai pihak dilakukan. Bantuan kerja sama datang dari berbagai pihak. Pemerintah kota Surabaya menjalin kerjasama dengan sejumlah lembaga di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satu kerjasama kota Surabaya adalah dengan kota Kitakyushu Jepang. Sejumlah personil pemerintah kota Surabaya diundang untuk melihat dan mempelajari pengelolaan lingkungan di Kitakyushu.Â
Pemerintah kota Kitakyushu sendiri proaktif membantu Surabaya dalam pengelolaan sampah. Bekerjasama dengan IGES, suatu lembaga internasional yang bergerak di bidang lingkungan hidup, Pemerintah Kota Kitakyushu mengirimkan sejumlah tenaga ahli persampahan perkotaan ke Surabaya. Sebuah tim peneliti dari Kitakyushu bekerja secara intens di Surabaya. Sejak tahun 2001 sampai tahun 2006, Tim yang dipimpin oleh Mr. Koji Takakura melakukan penelitian bagaimana mengolah sampah di rumah secara individu. Hasil penelitian itu kemudian menemukan "Keranjang Takakura", sebuah keranjang yang mengolah sampah dapur tanpa menimbulkan bau.
Meski banyak inisiatif dimulai sejak akhir tahun 2001 untuk mengelola sampah kota Surabaya untuk menjadi lebih baik, di tingkat masyarakat hal itu tidak serta merta mengubah kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan. Foto-foto di atas yang diambil tahun 2004 digunakan sebagai bahan kampanye dan sosialisasi untuk mengajak masyarakat mengubah kebiasaan yang kurang baik.
Sejalan dengan penelitian Mr Takakura dkk, gerakan pengelolaan sampah mulai dilakukan secara sistematis. Sejak tahun 2002, dipelopori oleh lebih kurang 20 orang yang terlatih dari Yayasan Uli Peduli dilakukan pembentukan kader lingkungan di tingkat masyarakat. Mereka bekerja melakukan pengkaderan dengan melatih anggota masyarakat dari berbagai tingkatan untuk menjadi kader lingkungan di daerah masing-masing.. Materi pelatihan yang diberikan tidak hanya tentang pengelolaan sampah dan pengelolaan lingkungan, tetapi juga termasuk pelatihan untuk menjadi pelopor lingkungan yang kemudian peserta pelatihan bisa melatih orang lain menjadi kader lingkungan. Mereka dibekali dengan kemampuan seperti training of trainers, supaya bisa melakukan pengkaderan secara mandiri. Setiap kader lingkungan yang telah dilatih ditugaskan untuk membentuk kader lingkungan baru di daerah tempat tinggal masing-masing. Pengkaderan dilakukan mengikuti metode "multi level marketing (MLM)".Â
Gerakan pembentukan kader lingkungan dengan metode MLM dilakukan secara masif dan terstruktur. Gerakan tersebut kemudian diintegrasikan dengan mengadakan kegiatan "Surabaya Green Clean Award" yang dimulai tahun 2005. Â Gerakan ini memberi penghargaan kepada lingkungan yang paling baik dalam mengelola sampah di tempat tinggal masing-masing. Pada awalnya gerakan ini dilakukan di tingkat kelurahan, tapi kemudian ditingkatkan menjadi tingkat RT. Berbagai pihak ikut mendukung program ini, termasuk media, perusahaan, LSM, Pemerintah Kota dan tentu saja masyarakat kota Surabaya. Program Surabaya Green Clean masih berlanjut sampai sekarang. pendaftaran Surabaya Green Clean Award 2016Â sudah dimulai. Warga masyarakat Surabaya dalam pekan-pekan ini akan menampilkan kemampuan terbaiknya dalam mengelola lingkungan.Â